Seiring berjalanya proses perkara gugatan di pengadilan, sering terjadi pihak ketiga yang merasa kepentingannya dirugikan dan ingin masuk dalam proses perkara.
Masuknya pihak ketiga dalam proses perkara yang familiar dengan istilah intervensi dibedakan menjadi 3 jenis.
Pertama, voeging atau terlibatnya pihak ketiga atas inisiatif sendiri untuk bergabung dengan salah satu pihak baik penggugat atau tergugat.
Kedua, tussenkomst adalah ikut sertanya pihak ketiga atas inisiatif sendiri, karena ada kepentingannya yang terganggu seperti pihak ketiga yang merasa barang miliknya yang sedang disengketakan oleh penggugat dengan tergugat, posisi pihak ketiga ini berada di tengah-tengah diantara kedua pihak atau tidak memihak salah satu pihak baik penggugat maupun tergugat.
Ketiga, vrijwaring yakni penarikan pihak ketiga ke dalam perkara, dalam rangka ikut bertanggung jawab, menanggung, menjamin atau untuk membebaskan tergugat dari tanggung jawab kepada penggugat.
Semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan termasuk verzet, partij verzet maupun derden verzet, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaiannya melalui mediasi, kecuali ditentukan lain.
Muncul pertanyaan, bilamana para pihak dalam gugatan asal yang telah di mediasi sebelumnya, kemudian masuk pihak ketiga, apakah perlu dilakukan mediasi kembali atau pihak ketiga masuk sebelum mediasi dilakukan oleh para pihak dalam gugatan asal?
Pasal 4 Ayat 2 Huruf c Perma Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, mengatur sengketa yang dikecualikan dari kewajiban penyelesaian melalui mediasi, salah satunya adalah gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara (intervensi).
Bilamana di baca sekilas, terkesan perkara yang ada gugatan balik maupun masuknya pihak ketiga tidak perlu dilakukan mediasi.
Pasal tersebut, dimaknai dengan pemahaman bahwa pertama, mediasi merupakan suatu kewajiban dalam proses perkara gugatan, bahkan sebelum adanya Perma, di dalam HIR, RBg, maupun Rv menganjurkan untuk mendamaikan para pihak terlebih dahulu.
Kedua, bahwa rekonvensi diajukan pada proses jawab jinawab, setelah dilakukan mediasi sebelumnya kepada para pihak gugatan asal.
Begitupun, dengan adanya intervensi, tidak jarang bermohon setelah dilakukannya mediasi, sehingga tidak dimungkinkan suatu mediasi yang telah dilaksanakan sebelumnya, dianggap tidak pernah ada atau dibatalkan setelah adanya rekonvensi maupun intervensi.
Maka, dapat ditarik kesimpulan mediasi hanya dilakukan terhadap para pihak pada gugatan asalnya saja dan tidak dilakukan mediasi kedua kalinya lagi, apabila ada rekonvensi maupun apabila muncul intervensi.
Menelisik lebih dalam, SK KMA Nomor 359/KMA/SK/XII/2022 tersirat ketentuan mediasi bilamana adanya intervensi.
Untuk jenis intervensi tussenkomst dan voeging, Majelis Hakim mengupayakan perdamaian melalui mediasi hanya kepada para pihak dalam gugatan asalnya saja.
Sedangkan gugatan intervensi, setelah Majelis Hakim mengizinkan Penggugat Intervensi menjadi pihak dalam perkara, acara langsung dilanjutkan dengan proses jawab jinawab.
Berbeda halnya dengan vrijwaring, saat Tergugat Asal menarik pihak lain sebagai Tergugat Insidentil berdasarkan permohonan untuk ikut menanggung kepentingan Tergugat Asal, setelah adanya tanggapan dari Penggugat Asal dan Tergugat Insidentil serta telah adanya putusan sela yang mengijinkan Tergugat Asal menarik Tergugat Insidentil, acara dilanjutkan dengan proses mediasi antara Tergugat Asal dengan Tergugat Insidentil, di mana sebelumnya telah dilakukan proses mediasi antara Penggugat Asal dengan Tergugat Asal.
Hal tersebut dapat dipahami, karena jenis intervensi tussenkomst dan voeging, inisiatif untuk masuk dalam proses perkara ada pada Penggugat Intervensi sendiri yang mengacu pada sengketa yang ada sebelumnya, sehingga cukup dilakukan mediasi pada gugatan asalnya saja.
Sedangkan vrijwaring, inisiatif tidak ada pada pihak ketiga, tetapi Tergugat Asal untuk menarik orang dari luar perkara dalam rangka ikut menanggung kepentingan dari Tergugat Asal atau bahkan untuk membebaskan Tergugat Asal dari tanggung jawab kepada Penggugat Asal.
Pada vrijwaring, dengan gugatan insidentil, dipandang adanya sengketa yang harus diselesaikannya pula antara Tergugat Asal/Penggugat Insidentil dengan Tergugat Insidentil, contohnya berkaitan dengan obyek sengketa yang didalilkan milik Penggugat, yang oleh Tergugat Insidentil telah dilakukan perbuatan secara tanpa hak/ melawan hukum, kemudian diserahkan kepada Tergugat Asal/Penggugat Insidentil, sehingga perlu dilakukan mediasi.
Mediasi kedua kalinya, dilakukan terhadap pihak yang berbeda, mediasi pada gugatan asal adalah antara Penggugat Asal dengan Tergugat Asal.
Sedangkan mediasi atas adanya vrijwaring dilakukan antara Tergugat Asal/Penggugat Insidentil dengan Tergugat Insidentil, di mana pihak ketiga yang ditarik masuk oleh Tergugat Asal ikut dalam proses perkara.