143 Tahun Peradilan Agama: Mengukir Keadilan Modern dengan Jiwa BerAKHLAK

Peringatan 143 tahun peradilan agama adalah momentum untuk menegaskan kembali posisi lembaga ini sebagai pelayan keadilan.
Ilustrasi nilai-nilai berakhlak. Foto Suara Merdeka
Ilustrasi nilai-nilai berakhlak. Foto Suara Merdeka

Pada 1 Agustus ini, Peradilan Agama (PA) di Indonesia genap berusia 143 tahun. Usia yang matang ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan kembali perjalanan panjangnya dari lembaga sosial-keagamaan menjadi pilar keadilan modern yang melayani umat. Namun, peringatan hari jadi ini bukan sekadar seremoni. Ini adalah waktu yang tepat untuk memperbarui komitmen, terutama dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Tantangan terbesar bagi peradilan agama adalah memastikan bahwa pelayanan yang diberikan tidak hanya efisien, tetapi juga bermartabat dan menjunjung tinggi nilai-nilai etika. Dalam konteks ini, Core Values ASN BerAKHLAK (Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) menjadi kompas moral yang relevan dan mendalam.

Analisis Teoritis: Mengintegrasikan Nilai BerAKHLAK dalam Budaya Kerja

Di jantung peradilan agama, denyut nadi pelayanan berdetak dengan semangat BerAKHLAK. Bukan sekadar menjalankan tugas, melainkan sebuah komitmen untuk menghadirkan keadilan yang memanusiakan. Petugas di sana tak lagi menjadi dinding birokrasi, melainkan pendengar yang ramah, cekatan, dan solutif. Mereka memahami bahwa setiap individu yang datang membawa beban, sehingga proses hukum yang rumit pun dipermudah, informasi mengalir transparan, dan setiap pihak merasa dihargai. Keadilan, bagi mereka, adalah perasaan lega yang dibawa pulang oleh para pencari keadilan.

Namun, pelayanan yang prima tak akan berarti tanpa integritas. Nilai Akuntabel menjadi benteng yang menjaga kepercayaan publik. Setiap tugas adalah amanah yang diemban dengan kejujuran, tanggung jawab, dan tanpa keberpihakan. Di balik meja hijau, keadilan ditegakkan seadil-adilnya.

Penggunaan sumber daya negara yang efisien dan transparan juga menjadi bukti nyata komitmen ini. Bahkan, melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), publik bisa melihat sendiri bahwa setiap langkah Peradilan Agama dapat dipertanggungjawabkan.

Untuk memastikan pelayanan tetap relevan, Peradilan Agama tak pernah berhenti tumbuh. Nilai Kompeten menjadi motor penggerak. Mereka sadar, dunia hukum terus berubah dan masalah yang dihadapi semakin kompleks. Oleh karena itu, para hakim, panitera, dan staf tak henti-hentinya mengasah diri. Melalui berbagai pelatihan, seminar, dan diskusi studi kasus, mereka memastikan setiap keputusan yang lahir adalah hasil dari kompetensi terbaik.

Dalam menjalankan tugas, harmonis menjadi melodi yang menyatukan seluruh elemen. Di sana, setiap individu diperlakukan dengan hormat, tanpa memandang latar belakang. Tercipta kerja sama tim yang solid, yang bahu-membahu demi kelancaran proses. Atmosfer yang tenang dan damai pun tercipta di ruang sidang, memberikan rasa aman bagi para pencari keadilan untuk menceritakan kisahnya.

Dedikasi ini terikat pada janji setia yang disebut Loyalitas. Peradilan agama memegang teguh ideologi Pancasila dan setia kepada negara. Mereka adalah penjaga kehormatan lembaga, menjunjung tinggi konstitusi, dan memastikan tidak ada penyalahgunaan wewenang.

Di era digital, peradilan agama tak tinggal diam. Nilai adaptif menggerakkan mereka untuk terus berinovasi. Layanan statis digantikan oleh solusi proaktif yang merangkul teknologi, seperti e-litigasi dan pendaftaran perkara secara online. Ini adalah bukti bahwa peradilan agama siap menghadapi tantangan zaman dan berupaya memberikan kemudahan bagi masyarakat.

Terakhir, semangat kolaboratif menuntun peradilan agama untuk menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Bersinergi dengan Kementerian Agama atau Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, mereka menciptakan alur yang lebih sederhana, seperti proses administrasi pasca-putusan yang efisien. Ini adalah wujud nyata bahwa peradilan agama tidak hanya bekerja di dalam gedung, tetapi juga berkolaborasi demi kebaikan dan kemudahan masyarakat.

Dalam upaya meningkatkan pelayanan, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama telah menetapkan program prioritas pada 2025. Data dan inovasi terbaru menunjukkan komitmen ini, seperti transformasi digital, dalam hal ini, peradilan agama telah mengimplementasikan berbagai inovasi digital untuk meningkatkan efisiensi. Salah satu contoh terbaru adalah penerapan E-AC (Elektronik Akta Cerai) yang diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama. Sistem ini mempercepat proses penerbitan akta cerai, menghilangkan birokrasi yang panjang, dan memastikan data terintegrasi dengan instansi lain.

Berbagai aplikasi telah diluncurkan, seperti aplikasi Notifikasi Perkara yang memberikan informasi status perkara secara real-time kepada pihak yang berperkara, serta Sistem Informasi Akta Cerai dan Status Kependudukan (Sitanduk) yang terintegrasi dengan Dinas Kependudukan. Inovasi ini secara nyata memangkas waktu dan biaya, serta meningkatkan transparansi. Kemudian secara nyata beberapa pengadilan agama juga telah meraih penghargaan atas pelayanan terbaik mereka, khususnya untuk kelompok rentan seperti perempuan dan anak. Hal ini menunjukkan komitmen lembaga untuk memberikan perlindungan hukum yang maksimal.

Peringatan 143 tahun peradilan agama adalah momentum untuk menegaskan kembali posisi lembaga ini sebagai pelayan keadilan. Dengan menginternalisasi core values ASN BerAKHLAK dan terus berinovasi dengan teknologi, peradilan agama dapat membangun kepercayaan publik, mewujudkan keadilan yang mudah diakses, dan benar-benar menjadi penjaga keadilan bagi masyarakat Indonesia.

Penulis: M. Yanis Saputra
Editor: Tim MariNews