Konsep Persidangan Pengakuan Bersalah Menurut Pasal 78 KUHAP 2025

Salah satu konsep hukum acara pidana baru menurut KUHAP 2025 yang akan berlaku adalah mengenai pengakuan bersalah sebagaimana diatur dalam Pasal 78.
Ilustrasi persidangan | Foto : freepik
Ilustrasi persidangan | Foto : freepik

Pendahuluan

Pembaruan hukum acara pidana di Indonesia memang sudah mendesak mengingat sudah lama terbitnya undang-undang berkaitan dengan hukum acara pidana Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Indonesia.

Disetujuinya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pada November 2025 (selanjutnya disebut dengan KUHAP 2025) menuntut aparatur penegak hukum, akademisi hukum, hingga masyarakat untuk memahami konsepsi hukum acara pidana yang akan berlaku di Indonesia.

Peran penting dari hukum acara pidana itu sendiri adalah untuk memastikan berjalannya proses hukum sehingga hukum pidana materiil dapat diterapkan dengan benar. Salah satu konsep hukum acara pidana baru menurut KUHAP 2025 yang akan berlaku adalah mengenai pengakuan bersalah sebagaimana diatur dalam Pasal 78.

Pengakuan bersalah menurut Pasal 1 angka 16 KUHAP 2025 adalah mekanisme hukum bagi terdakwa untuk mengakui kesalahannya dalam suatu tindak pidana dan kooperatif dalam pemeriksaan dengan menyampaikan bukti yang mendukung pengakuannya dengan imbalan keringanan hukuman.

Pengakuan bersalah ini dikenal dengan istilah guilty plea dalam bahasa Inggris yang pada prinsipnya menegaskan pengakuan atas kesalahan yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud untuk menyampaikan kebenaran atas kesalahan yang dilakukan, dampaknya, serta akibat yang diharapkan terjadi atau tidak diharapkan terjadi (Peay dan Player: 2018). Pengakuan bersalah dalam KUHAP 2025 dengan konsep hukum guilty plea memiliki kesamaan oleh karena tujuan dari pengakuan bersalah adalah untuk mengutamakan kesadaran pelaku atas kesalahan yang dilakukan serta menghemat waktu terkait proses hukum yang berlangsung (Cooper dan Norton: 2017).

Konsep pengakuan bersalah dalam KUHAP 2025 tidak hanya diatur pada tingkat penuntut umum sebagaimana diatur dalam Pasal 78 KUHAP 2025, melainkan juga dikenal pada tingkat penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf m KUHAP 2025. Adapun pembahasan penulis dalam tulisan ini akan difokuskan pada pemeriksaan keabsahan pengakuan bersalah di persidangan pengadilan negeri, oleh karena Penyidik hanya berwenang menerima pengakuan bersalah dan Penuntut Umum berwenang menerima pengakuan bersalah serta pembuatan kesepakatan pengakuan bersalah.

Persidangan Pengakuan Bersalah

Mekanisme pengakuan bersalah ini bukanlah sebatas pengakuan persidangan saja, melainkan menjadi rangkaian suatu persidangan yang perlu dijalankan oleh pengadilan melalui hakim tunggal, terdakwa, dan penuntut umum dalam persidangan terpisah dari persidangan pokok perkara sesuai ketentuan Pasal 78 ayat (4) KUHAP 2025. Dalam hal ini, persidangan pengakuan bersalah ini menjadi rangkaian persidangan yang berada di luar persidangan pokok perkara dan menjadi bagian dari permulaan persidangan untuk memastikan fondasi dasar persidangan pidana.

Pelibatan hakim tunggal, terdakwa, dan penuntut umum menuntut keaktifan dari semua pihak oleh karena ditujukan untuk kemudahan persiapan awal untuk persidangan pokok perkara oleh karena untuk memastikan apakah Terdakwa mengakui atau tidak mengakui perbuatannya (Leverick dan Chalmers: 2014). Rangkaian pengakuan bersalah harus dilihat semenjak Penuntut Umum menanyakan kepada Terdakwa apakah mengakui dirinya bersalah melakukan suatu tindak pidana. Apabila Terdakwa mengakui bersalah dan memenuhi persyaratan yaitu:

  1. baru pertama kali melakukan tindak pidana;
  2. terhadap tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V; dan/atau
  3. bersedia membayar Ganti Rugi atau Restitusi

maka Terdakwa wajib didampingi oleh advokat untuk memastikan Terdakwa memahami konsekuensi dari pengakuannya, lalu Penuntut Umum mengajukan pengakuan bersalah Terdakwa ke Pengadilan untuk dilakukan sidang pengakuan bersalah.

Sebagai perbandingan, konsep persidangan pengakuan bersalah dapat menilik praktik persidangan pengakuan bersalah atau plea bargain di Selandia Baru (Community Law: 2025), dimana persidangan dilakukan dengan memeriksa identitas Terdakwa agar tidak terjadi kesalahan orang atau error in persona. Persidangan kemudian dilanjutkan dengan agenda Hakim menanyakan apakah Terdakwa akan didampingi atau tidak didampingi oleh Penasihat Hukum sebagai bentuk pemenuhan hak hukum Terdakwa atas bantuan hukum dari advokat. Langkah sidang berikutnya adalah pembacaan dakwaan oleh Penuntut Umum terhadap Terdakwa. Atas dakwaan yang didakwakan kepada Terdakwa, hakim menanyakan kepada Terdakwa apakah Terdakwa mengakui bersalah atau tidak bersalah atas dakwaan yang didakwakan kepada Terdakwa.

Dalam KUHAP 2025, diakui kesalahan Terdakwa oleh Terdakwa akan membawa proses sidang pengakuan bersalah menuju kesepakatan tertulis pengakuan bersalah sesuai ketentuan Pasal 78 ayat (6) dan ayat (7) yang pada prinsipnya berisikan:

  1. Pemahaman akibat hukum dari pengakuan bersalahnya;
  2. Dilakukan secara sukarela;
  3. Pasal dan ancaman hukuman dakwaan;
  4. Hasil perundingan;
  5. Pernyataan persetujuan perjanjian pengakuan bersalah;
  6. Bukti yang menunjukkan tindak pidana Terdakwa;

Walaupun tampaknya pengakuan bersalah berfokus antara Terdakwa dan Penuntut Umum, namun Pasal 78 ayat (6), (8) dan (1) KUHAP 2025 memberikan kewenangan kepada Hakim untuk menilai pengakuan bersalah Terdakwa, kewajaran pengakuan bersalah, serta kewenangan untuk menyetujui atau menolak pengakuan bersalah beserta kesepakatan pengakuan bersalah. Akibat hukum dari penolakan pengakuan bersalah adalah dilakukannya persidangan dengan acara pemeriksaan biasa, sedangkan persidangan dilakukan dengan acara pemeriksaan singkat apabila hakim menyetujui pengakuan bersalah.

Penutup

Merangkum pembahasan ini, walaupun proses pengakuan bersalah sudah dimulai pada tahapan penyidikan dan penuntutan, namun pengadilan tetap berwenang untuk melakukan pemeriksaan kesesuaian pengakuan bersalah dengan filosofis utama untuk mencegah adanya tekanan dilakukannya pengakuan bersalah. Oleh karena itu, hakim tunggal dalam sidang pengakuan bersalah wajib meneliti dan memeriksa persyaratan pengakuan bersalah serta melihat kebenaran sukarela dalam mengakui kesalahannya serta memahami dampak dari pengakuan bersalah. (NP)

Referensi:

Cooper, Penny dan Heather Norton, Vulnerable People and the Criminal Justice System, 2017, Oxford: OUP.

Community Law, How criminal cases begin: Pleading guilty/not guilty, bail, and name suppression, 2025, Communitylaw.org, https://communitylaw.org.nz/community-law-manual/test/how-criminal-cases-begin-pleading-guilty-not-guilty-bail-and-name-suppression/entering-your-plea-guilty-or-not-guilty/, diakses pada 22 Desember 2025

Leverick, Fiona dan James Chalmers, Causes of Wrongful Conviction, 2014, Jurnal PostCorroboration Safeguards Review Report of the Academic Expert Group.

Peay, Jill dan Elaine Player, Pleading guilty: why vulnerability matters, 2018, Jurnal Modern Law Review.