Hakim Ad Hoc, Terapi Konstitusional di Titik Nadir Kepercayaan Publik

Hakim Ad Hoc bukan sekadar sementara, melainkan penanda keadilan pernah diselamatkan, saat sistem nyaris kehilangan jiwanya.
Hakim Ad Hoc Perikanan dalam kegiatan Pembinaan Teknis dan Administrasi Yudisial. Dokumentasi penulis
Hakim Ad Hoc Perikanan dalam kegiatan Pembinaan Teknis dan Administrasi Yudisial. Dokumentasi penulis

MARINews, Jakarta-Sejarah perjalanan peradilan Indonesia, pernah ada momen, ketika suara publik mengeras, sorotan media memuncak, dan lembaga hukum kehilangan wajah yang dipercaya rakyat.

Di saat itulah, lahir kebutuhan akan sebuah mekanisme luar biasa berupa Hakim Ad Hoc. Kelahiran Hakim Ad Hoc, bukan sekadar pengisi kekosongan kursi peradilan, melainkan sebuah terapi konstitusional menyembuhkan krisis kepercayaan yang telah mencapai titik nadir.

Hakim Ad Hoc hadir sebagai penanda, bahwa hukum masih punya harapan. Mereka datang dari luar sistem dan latar belakang profesi, seperti para akademisi, praktisi, tokoh masyarakat, dan profesional berintegritas tinggi, yang dipercaya mampu jadi jembatan antara sistem hukum dan hati nurani publik.

Dalam Pembinaan Bidang Teknis dan Administrasi Yudisial, yang diselenggarakan Mahkamah Agung dan diikuti oleh lebih dari 470 Hakim Ad Hoc dari seluruh Indonesia, ditekankan kembali pesan yang mendalam, yakni tugas Hakim Ad Hoc tidak berhenti pada memutus perkara, melainkan menjaga marwah peradilan itu sendiri.

Pembinaan ini, bukan sekadar agenda teknis. Bentuknya ruang refleksi dan sebuah panggilan untuk menghidupkan kembali integritas, memperkuat tanggung jawab yudisial, serta memperhalus kepekaan etik seorang hakim. Materi yang disampaikan tidak hanya mencakup hukum acara dan administrasi, tetapi juga menggarisbawahi posisi Hakim Ad Hoc sebagai penjaga nurani hukum.

Dalam sambutan pembinaan, Ketua Mahkamah Agung mengingatkan, di saat kepercayaan publik sedang tergerus, para Hakim Ad Hoc harus menjadi cahaya di tengah kabut.

"Pegang teguh marwah peradilan. Jadikan setiap putusan bukan hanya produk hukum, tetapi juga perwujudan keadilan yang dirasakan rakyat," kataa dia.

Kepercayaan adalah mata uang termahal dalam sistem hukum. Wujudnya tidak bisa dibeli dengan prosedur, tidak dapat dipaksakan dengan struktur. Kepercayaan hanya bisa diraih dengan integritas, profesionalisme, konsistensi, dan keberanian menegakkan keadilan meskipun sunyi. Itulah beban mulia yang dipanggul oleh para Hakim Ad Hoc.

Sebagai wajah dari harapan publik, Hakim Ad Hoc wajib menunjukkan bahwa hukum tidak identik dengan formalitas semata. Hukum harus hidup, bersuara, dan membela yang benar. Hakim Ad Hoc bukan sekadar sementara, melainkan penanda keadilan pernah diselamatkan, saat sistem nyaris kehilangan jiwanya.

Pembinaan jadi pengingat bersama, bahwa kekuatan hukum bukan terletak pada kelengkapannya, melainkan kejujuran orang-orang yang menegakkannya. Hari ini, di ruang pembinaan itu, Mahkamah Agung kembali menegaskan harapan besar bangsa kepada para Hakim Ad Hoc, guna menjaga nyala keadilan, di saat sinarnya sempat meredup.

Penulis: Unggul Senoadji
Editor: Tim MariNews