Salah satu fenomena yang semakin sering muncul adalah gugatan akibat pencemaran nama baik atau kerugian yang ditimbulkan oleh unggahan konten digital-baik yang dilakukan influencer maupun netizen biasa.
Ketika terjadi konflik dalam tubuh partai atau antara partai dengan lembaga negara lain, penyelesaian hukum harus berpijak pada asas due process of law, bukan opini publik atau tekanan massa.
Dengan kesiapan semua pihak, sengketa beras oplosan dapat diselesaikan dengan baik, menciptakan keadilan bagi masyarakat dan kepastian hukum bagi pelaku usaha.
Para hakim dituntut untuk bersikap adil, tak tergoda sorotan kamera atau opini viral. Perlu dikembangkan kebijakan teknis agar proses siaran langsung memiliki batas yang jelas.
Peran hakim dalam menafsirkan dan menerapkan UU TPKS menjadi sangat penting. Sensitivitas terhadap isu gender menjadi hal yang krusial. Hakim dituntut untuk mampu memahami konteks sosial, psikologis, dan kultural dari kasus-kasus kekerasan seksual yang ditanganinya
Seorang hakim yang telah malang melintang dalam dunia persidangan biasanya lebih tenang, objektif, dan berani mengambil putusan yang seimbang antara kepastian hukum dan keadilan substantif.
Ketika suatu kasus sudah viral, opini publik kerap terbentuk lebih dulu sebelum proses hukum berjalan. Masyarakat sudah lebih dulu menjatuhkan 'vonis' di kolom komentar. Hal ini dapat menimbulkan tekanan bagi hakim dalam mengambil keputusan.
Masyarakat, orang tua, pendidik, bahkan figur publik, perlu memahami batasan hukum di dunia maya agar tak memengaruhi anak-anak ke sesuatu yang negatif.