Ketua Mahkamah Agung: Hindari Pelayanan Transaksional dan Hadirkan Pelayanan Berkarakter

Integritas hakim dan aparatur pengadilan adalah aspek mendasar untuk mewujudkan visi Mahkamah Agung menuju badan peradilan yang agung.
Ketua Mahkamah Agung (MA), Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H. Foto YouTube MA
Ketua Mahkamah Agung (MA), Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H. Foto YouTube MA

MARINews-, Jakarta-Integritas sejatinya adalah fitrah manusia. Demikian disampaikan oleh Ketua Mahkamah Agung (MA), Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H. pada kegiatan Penyerahan dan Penganugerahan Piagam Penghargaaan Bagi Unit Kerja Berprestasi di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya pada Selasa (6/5).

Pada kesempatan yang membanggakan tersebut, Ketua Mahkamah Agung turut memberikan pengarahan kepada seluruh aparatur peradilan yang hadir secara daring maupun luring.

Sunarto menyampaikan tiga arahan penting yang wajib dipedomani dan dilaksanakan oleh para hakim dan seluruh aparatur peradilan.

Pertama, senantiasa menjaga integritas. Sunarto menyebutkan, integritas hakim dan aparatur pengadilan adalah aspek mendasar untuk mewujudkan visi Mahkamah Agung menuju badan peradilan yang agung. Dalam menjaga integritas tersebut, Mahkamah Agung telah berupaya menjaga integritas dengan tiga pendekatan, yaitu:

a. Pendekatan preemtif, dengan program-program peningkatan kapasitas (pelatihan) dan peningkatan kesejahteraan;

b. Pendekatan preventif, yang dilakukan dengan pemantauan persidangan dan pemantauan terhadap hakim tertentu secara rutin atau insidental; dan

c. Pendekatan represif yang dijalankan dengan program pemanggilan dan pemeriksaan serta penjatuhan sanksi.

Kedua, Sunarto mengimbau kepada masing-masing unit kerja untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik. Hal ini sebagaimana pengalaman Sunarto di lapangan, ia mengaku, masih mendapati setidaknya ada empat kategori pelayanan, yaitu pelayanan transaksional, pelayanan semu, pelayanan pragmatis dan pelayanan berkarakter.

Ketua Mahkamah Agung tersebut turut menjabarkan masing-masing kategori pelayanan. Pelayanan transaksional, ia menjabarkan, di mana pemberian pelayanan dilakukan karena ada transaksi antara pemberi dan penerima layanan.

“Selanjutnya, pelayanan semu yang dilakukan dengan prinsip asal selesai pekerjaan kita, tanpa mempertimbangkan apakah sesuai SOP atau tidak.” tandasnya.

Pelayanan pragmatis, Sunarto menambahkan, merupakan pelayanan yang hanya menyelesaikan pekerjaan tanpa dibarengi dengan nilai-nilai transidental. Sedangkan pelayanan yang berkarakter adalah pelayanan yang diberikan dengan menyertakan nilai transidental, sehingga pekerjaan dilakukan dengan tulus ikhlas dan pada akhirnya memberikan nilai ibadah.

Ia mengajak kepada segenap insan peradilan agar terus berupaya untuk menghadirkan pelayanan berkarakter di satuan kerja, sebab menurutnya, manusia tidak tahu sampai kapan ia akan menduduki jabatan tersebut. Untuk itu, Sunarto berpesan, gunakanlah kesempatan sebaik-baiknya dalam menghadirkan pelayanan berkarakter dan terbaik selagi masih ada kesempatan.

Ketiga, Guru Besar Universitas Airlangga tersebut, mengajak para hakim dan seluruh aparatur peradilan untuk memperkokoh kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan. Sunarto menjelaskan, dengan menghindari pelayanan transaksional dan menghadirkan pelayanan yang berkarakter, yaitu melayani dengan tulus ikhlas dan niatkan sebagai ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. 

Hal ini sebagaimana diketahui, tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh hakim dan aparatur pengadilan seringkali berada dalam posisi yang rentan untuk mendapatkan tawaran gratifikasi dari pihak-pihak tertentu. Pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Kamar Pengawasan pada 2017 tersebut kemudian menuturkan, kekuasaan kehakiman yang dimiliki saat ini bersumber dari kepercayaan publik. 

“Tanpa kepercayaan publik, putusan hakim hanya akan menjadi teks hukum yang tidak bermakna bagi masyarakat.” tegas Sunarto.

Mengakhiri sambutan dan pengarahannya, Ketua Mahkamah Agung kelima belas tersebut, kemudian berpesan bahwa kebaikan yang diberikan dalam melayani publik, hendaknya tidak menuntut tepuk tangan ataupun pujian, karena sejatinya melayani tanpa transaksional adalah suatu kewajiban bagi setiap insan aparatur peradilan.

Penulis: Nadia Yurisa Adila
Editor: Tim MariNews