Ketua Kamar Pengawasan MA Raih Gelar Doktor dari Universitas Airlangga

Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia, H. Dwiarso Budi Santiarto, S.H., M.Hum., resmi meraih gelar doktor (Dr.) dalam Ilmu Hukum
Ketua Kamar Perdata MA Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum UNAIR. Foto ; Istimewa
Ketua Kamar Perdata MA Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum UNAIR. Foto ; Istimewa

MARINews, Surabaya – Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia, H. Dwiarso Budi Santiarto, S.H., M.Hum., resmi meraih gelar doktor (Dr.) dalam Ilmu Hukum dari Universitas Airlangga (UNAIR). 

Gelar tersebut diperoleh setelah dirinya berhasil mempertahankan disertasi berjudul “Pedoman Pemidanaan terhadap Korporasi sebagai Subjek Hukum Pidana” dalam sidang terbuka Program Doktor Ilmu Hukum UNAIR di Aula Lantai 12 Gedung A.G. Pringgodigdo, Fakultas Hukum UNAIR, Surabaya.

“Disertasi Promovendus diterima. Dengan demikian Sdr. Dwiarso Budi Santiarto, S.H., M.Hum. telah menyelesaikan studinya dan dinyatakan lulus dengan Predikat Sangat Memuaskan,” ujar Ketua Sidang sekaligus Dekan Fakultas Hukum UNAIR, Prof. Iman Prihandono, S.H., M.H., LL.M., Ph.D.

Sebagai promotor, Prof. Dr. Agus Yuha Hernoko, S.H., M.H. menyampaikan apresiasinya atas pencapaian ini.

“Selamat dan saya ikut berbangga atas pencapaian ini. Kepakkan sayapmu tapi tetaplah membumi, karena gelar ini adalah sarana untuk mencapai hakikat kemanusiaan. Sebagai alumni, marilah bersama-sama kita membangun Universitas Airlangga, semata-mata sebagai ibadah,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H., yang turut hadir sebagai penguji, menilai capaian ini sangat membanggakan.

“Saya mengetahui persis bagaimana perjuangan Y.M. Dwiarso untuk menuntaskan kuliahnya di tengah kesibukan menyidangkan dan menjatuhkan ribuan putusan setiap tahunnya,” ungkapnya.

Dalam penelitiannya, Dr. Dwiarso menyoroti evolusi hukum terkait korporasi sebagai subjek hukum pidana. Jika dalam KUHP lama korporasi tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, kini UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP telah mengakomodasi korporasi sebagai pihak yang dapat dijatuhi pidana.

Namun, hasil penelitiannya menunjukkan masih ada disparitas pemidanaan (perbedaan putusan yang tidak berdasar) pada perkara serupa. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum, terutama karena parameter dalam Pasal 56 KUHP baru masih kabur dan multitafsir, seperti penilaian atas “tingkat kesalahan”, “dampak perbuatan”, atau “sikap korporasi setelah tindak pidana dilakukan”.

Menurut Dr. Dwiarso, kekaburan ini membuat hakim berpotensi menafsirkan secara berbeda, sehingga tujuan pedoman pemidanaan—untuk menciptakan keseragaman putusan dan kepastian hukum—belum sepenuhnya tercapai.

Penelitian ini menghadirkan tiga gagasan utama. Pertama, merumuskan pedoman pemidanaan korporasi yang komprehensif dan lintas delik, tidak terbatas pada tindak pidana tertentu.

Kedua, mengintegrasikan teori dan praktik peradilan, sehingga menjembatani norma, doktrin, dan putusan hakim. Ketiga, Mengembangkan sistem kuantifikasi atau scoring system terhadap parameter Pasal 56 UU No. 1 Tahun 2023 agar lebih terukur, meminimalisasi disparitas, dan meningkatkan prediktabilitas putusan.

Dengan capaian ini, Universitas Airlangga kembali melahirkan doktor baru di bidang hukum, sekaligus mempertegas komitmen Mahkamah Agung dalam meningkatkan kualitas akademik dan praktik peradilan di Indonesia.

Penulis: Agung D. Syahputra
Editor: Tim MariNews