Landmark Decision Terhadap Objek Tindak Pidana yang Mengandung Perselisihan Keperdataan

Perdamaian yang terjadi atas harta bersama, yang dilakukan setelah peristiwa pidana pencurian, secara hukum menghilangkan unsur delik pencurian itu sendiri.
Dokumentasi-halaman depan Laporan Tahunan Mahkamah Agung 2017
Dokumentasi-halaman depan Laporan Tahunan Mahkamah Agung 2017

Landmark decision atau putusan penting merupakan putusan badan peradilan berkekuatan hukum tetap yang berisikan kaidah hukum penting yang belum ada aturan hukumnya dan bertujuan memberikan kepastian hukum. 

Putusan Kasasi Nomor 209 K/PID/2016 menjadi salah satu landmark decision pidana yang ditetapkan dalam Laporan Tahunan Mahkamah Agung 2017. Laporan tahunan itu sendiri, merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban Mahkamah Agung terhadap publik yang menghendaki proses transparansi dan akuntabilitas. 

Tak hanya Putusan Kasasi Nomor 209 K/PID/2016 yang ditetapkan sebagai landmark decision, Mahkamah Agung juga menetapkan 12 putusan lainnya dari empat peradilan sebagai landmark decision.

Ringkasan Posisi Kasus

Perkara bermula ketika terdakwa pada Senin (23/2/2015), sekitar pukul 01.00 WIB pergi menuju rumah saksi korban di Kabupaten Banyumas dengan menggunakan ojek. Setelah sampai di rumah tersebut, terdakwa langsung menuju belakang rumah dan melihat satu unit sepeda motor Honda Beat warna hitam nomor polisi R 2352 CA tahun 2010 milik saksi korban.

Selanjutnya, terdakwa memasukkan kunci kontak sepeda motor Honda Beat yang sebelumnya telah terdakwa ambil dari atas lemari yang terletak di ruang keluarga saksi korban. Setelah itu, terdakwa menghidupkan mesin sepeda motor tersebut dan membawanya ke rumah kontrakan terdakwa. 

Kemudian pada Rabu (25/2/2015), terdakwa mengganti plat nomor kendaraan menjadi R 2342 RH untuk berangkat kerja. Lima bulan berselang, terdakwa kemudian diamankan oleh pihak kepolisian.

Penuntut umum menuntut terdakwa dengan hukuman pidana penjara selama satu tahun dan sepuluh bulan atas perbuatannya melakukan tindak pidana pencurian tersebut.

Pertimbangan Judex Facti dan Judex Juris

Atas perkara tersebut, Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Purwokerto dalam Putusan Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Pwt menyatakan, terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana. Oleh karena itu, Majelis Hakim tingkat pertama melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum dan memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya.

Jaksa/penuntut umum kemudian mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas putusan pengadilan tingkat pertama tersebut. Pada 6 Juni 2016 Majelis Hakim Kasasi, menjatuhkan Putusan Nomor 209 K/PID/2016. Dalam putusannya, Majelis Hakim Kasasi menjatuhkan putusan menolak permohonan kasasi jaksa/penuntut umum tersebut.

Mahkamah Agung berpendapat, judex facti tidak salah menerapkan hukum, karena telah mempertimbangkan hal-hal yang relevan secara yuridis dengan benar. Perbuatan terdakwa yang mengambil sepeda motor Nomor Polisi R-2352-CA milik saksi Miswati, padahal sepeda motor tersebut disepakati milik terdakwa sebagaimana dalam perkara gugatan pembagian harta bersama Nomor 2634/Pdt.G/2015/PA.PWT. 

Dengan demikian, judex juris menilai, perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana. Selain itu, alasan kasasi merupakan penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, yang tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan tingkat kasasi.

Majelis Hakim Kasasi berpendapat, pemeriksaan pada tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak diterapkannya suatu peraturan hukum atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya, atau apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang dan apakah pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

Berdasarkan putusan yang telah diuraikan, kaidah hukum yang dapat ditarik adalah bahwa terhadap benda yang menjadi objek tindak pidana, namun masih menjadi sengketa keperdataan antara terdakwa dan saksi korban, maka terdakwa tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Dalam hal ini, terdakwa harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum.

Perdamaian yang terjadi atas harta bersama, yang dilakukan setelah peristiwa pidana pencurian, secara hukum menghilangkan unsur delik pencurian itu sendiri. Oleh karena itu, perbuatan tersebut dikualifikasikan sebagai "ontslag van alle rechtsvervolging", yaitu putusan lepas dari segala tuntutan hukum.

Semoga landmark decision ini, dapat memperkaya khazanah pengetahuan hukum para pembaca, serta memotivasi para hakim untuk terus menghasilkan putusan yang berkualitas, berkeadilan, dan mencerminkan nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat.

Penulis: Nadia Yurisa Adila
Editor: Tim MariNews