Bukan Corong Undang-Undang: Majelis Hakim PN Pulau Punjung Ambil Sikap Progresif

Putusan ini menjadi contoh bagaimana hakim dapat menjalankan fungsi peradilan secara progresif dan manusiawi, tanpa mengabaikan tujuan pemidanaan.
Majelis Hakim PN Pulau Punjung yang diketuai Dedy Agung Prasetyo, S.H., dengan anggota majelis Tedy Rinaldy Santoso, S.H. dan Iqbal Lazuardi, S.H, menjatuhkan vonis kepada dua terdakwa tindak pidana narkotika. Foto dokumentasi PN Pulau Punjung.
Majelis Hakim PN Pulau Punjung yang diketuai Dedy Agung Prasetyo, S.H., dengan anggota majelis Tedy Rinaldy Santoso, S.H. dan Iqbal Lazuardi, S.H, menjatuhkan vonis kepada dua terdakwa tindak pidana narkotika. Foto dokumentasi PN Pulau Punjung.

MARINews, Dharmasraya-Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pulau Punjung yang diketuai oleh Dedy Agung Prasetyo, S.H., dengan anggota majelis Tedy Rinaldy Santoso, S.H. dan Iqbal Lazuardi, S.H, menjatuhkan vonis kepada dua terdakwa tindak pidana narkotika berinisial AP (29 tahun) dan DR (21 tahun) Nomor 20/Pid.Sus/2025/PN Plj dalam sidang putusan pada Selasa (20/5).

Keduanya dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun 10 bulan dan denda Rp800.000.000 (delapan ratus juta rupiah) subsider dua bulan penjara, karena terbukti memiliki narkotika jenis sabu seberat 0,12 gram untuk dikonsumsi sendiri.

Putusan ini menarik perhatian, karena Majelis Hakim menyimpangi pasal dakwaan alterantif yang diajukan penuntut umum, yaitu Pasal 114 Ayat (1) jo. Pasal 132 Ayat (1) atau Pasal 112 Ayat (1) jo. Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ini karena berdasarkan fakta persidangan, tidak ditemukan bukti bahwa sabu tersebut dimaksudkan untuk diedarkan atau diperdagangkan.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menegaskan, niat atau tujuan dari kepemilikan narkotika adalah unsur penting dalam menilai kadar kesalahan seorang terdakwa sebelum dijatuhi hukuman.

Merujuk pada putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap yakni, Nomor 530 K/Pid.Sus/2014, Nomor 539 K/Pid.Sus/2015, Nomor 184 K/Pid.Sus/2017 serta Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2010, SEMA No. 3 Tahun 2015, dan SEMA No. 1 Tahun 2017, Majelis Hakim menilai, meski dakwaan tidak mencantumkan Pasal 127 Ayat (1) huruf a tentang penyalahguna narkotika untuk diri sendiri, hakim dapat menyimpangi pidana minimum khusus dengan disertai pertimbangan yang cukup.

Dalam perkara ini, kedua terdakwa ditangkap di jalan setelah membeli sabu dan hendak menuju sebuah pondok di ladang untuk mengonsumsinya. Majelis Hakim menyatakan, syarat tes urin positif dan keterangan dokter sebagaimana disebut dalam SEMA bukanlah suatu keharusan mutlak. Sebab dalam praktik nyata, tidak semua penyalahguna tertangkap dalam kondisi memakai narkotika.

Putusan ini juga memuat catatan penting atas kekeliruan penuntut umum dalam menyusun surat tuntutan, yakni dicantumkannya nama saksi S (46 tahun) dalam surat tuntutan. Padahal, saksi tersebut tidak pernah diperiksa, didengar, maupun dibacakan keterangannya di persidangan.

Majelis menilai, pencantuman nama saksi yang tidak pernah diperiksa tersebut, berpotensi menimbulkan fakta baru yang tak berdasar dan menciptakan risiko peradilan sesat (rechterlijke dwaling).

Sementara itu, penasihat hukum terdakwa dalam pledoinya meminta agar kliennya dijatuhkan sanksi rehabilitasi. Namun permohonan ini tidak dikabulkan oleh Majelis Hakim.

Menurut Majelis, permintaan rehabilitasi tidak dapat diberikan begitu saja tanpa bukti kuat kalau para terdakwa adalah pecandu yang membutuhkan perawatan medis atau sosial. Tidak ada hasil laboratorium atau keterangan dokter yang menunjukkan ketergantungan narkotika, dan para terdakwa juga tidak pernah secara sukarela melaporkan diri untuk rehabilitasi sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (2) UU Narkotika.

“Hakim bukan sekadar corong undang-undang. Hukum harus digerakkan oleh nurani dan keadilan kontekstual, bukan semata teks pasal,” demikian semangat yang tergambar dari putusan ini.

Putusan ini menjadi contoh bagaimana hakim dapat menjalankan fungsi peradilan secara progresif dan manusiawi, tanpa mengabaikan tujuan pemidanaan. Bukan hanya menghukum, tetapi juga membina, mendidik, dan mencegah penyalahgunaan narkotika lebih lanjut di masyarakat.

Penulis: Kontributor
Editor: Tim MariNews