Ancam Agar Ilmunya Berkah, PN Pulau Punjung Vonis Ustad Pondok Pesantren Cabuli Para Santri 6 Tahun Penjara

Setiap kali melakukan pencabulan Terdakwa selalu mengancam anak korban untuk tidak mengatakan kepada orang lain.
Pengadilan Negeri Pulau Punjung | Foto : Dokumentasi PN Pulau Punjung
Pengadilan Negeri Pulau Punjung | Foto : Dokumentasi PN Pulau Punjung

Dharmasraya - Kamis (18/12/2025) Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Pulau Punjung telah menjatuhkan vonis pidana penjara pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan denda sejumlah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) subsider pidana kurungan selama 6 (enam) bulan terhadap Terdakwa yang melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur  di lingkungan Pondok Pesantren.

Putusan tersebut dijatuhkan oleh Majelis Hakim yang terdiri dari Bangun Sagita Rambey, S.H., M.H., didampingi Sadana, S. H., M. H., dan Justika Dewi Khandari, S.H., masing masing selaku hakim anggota, disebabkan Terdakwa yang merupakan ustad/pengajar sekaligus pemilik Pondok Pesantren berulang kali melakukan pencabulan berdasarkan bukti-bukti yang terungkap di persidangan.

“Menyatakan Terdakwa tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan ancaman kekerasan memaksa anak untuk melakukan perbuatan cabul yang dilakukan oleh Tenaga Pendidik beberapa kali secara tersendiri-sendiri sebagaimana dalam dakwaan primer Penuntut Umum,” tegas Ketua Majelis dalam agenda sidang putusan yang terbuka untuk umum, yang digelar di  Ruang Sidang PN Pulau Punjung, Jalan Lintas Sumatera KM. 4 Kenagarian Sungai Kambut, Kab. Dharmasraya, Sumatera Barat.

Di persidangan terungkap bahwa Terdakwa selaku pengajar dan Pimpinan Pondok Pesantren yang dikelola bersama istrinya, selalu membangunkan para santri agar sholat tahajud dan menyetorkan hapalan surah.

Pada saat Terdakwa membangunkan anak korban untuk mengikuti kegiatan sholat tahajud dan setoran hapalan Terdakwa melakukan pencabulan terhadap anak korban yang berjumlah tiga orang tanpa diketahui istri Terdakwa.

Setiap kali melakukan pencabulan Terdakwa selalu mengancam anak korban untuk tidak mengatakan kepada orang lain. Selain itu juga Terdakwa melarang anak korban untuk tidak membuka aib ustad, agar ilmunya berkah dan setoran hapalan makin banyak, sehingga anak korban yang merupakan santri Terdakwa hanya bisa diam dan tidak berani lapor, bahkan anak korban mengalami trauma dan jijik saat melihat Terdakwa.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menjatuhkan putusan tersebut untuk memberikan efek jera tidak hanya kepada Terdakwa, namun secara komprehensif untuk mencegah terjadinya pencabulan dalam lingkungan pendidikan terhadap anak.

Perbuatan Terdakwa agar menjadi contoh bagi orang lain agar tidak melakukan perbuatan yang serupa dengan perbuatan Terdakwa. Apalagi kedudukan Terdakwa yang merupakan ustad atau seorang tenaga pendidik sekaligus pimpinan pondok pesantren dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan pondok pesantren.

Atas putusan tersebut, Majelis Hakim menjelaskan baik Terdakwa melalui Penasihat Hukumnya dan Penuntut Umum masing-masing mempunyai hak untuk mengajukan upaya hukum.

Penulis: Kontributor
Editor: Tim MariNews