MARINews, Batusangkar - Pengadilan Negeri (PN) Batusangkar kembali menunjukkan komitmennya terhadap penerapan keadilan restoratif (restorative justice) sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2024.
Penerapan prinsip ini dilakukan dalam pemeriksaan perkara nomor 94/Pid.B/2025/PN Bsk atas nama terdakwa Imam Nugraha bin Juhari, yang didakwa melakukan tindak pidana pemerasan dan pengancaman. Sidang pemeriksaan saksi berlangsung pada Rabu, 8 Oktober 2025.
Dalam surat dakwaan, terdakwa didakwa secara alternatif dengan tiga pasal, yaitu Pasal 368 ayat (1) KUHP, Pasal 365 ayat (1) KUHP, dan Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP.
Peristiwa tersebut berawal ketika terdakwa bersama saksi Fadlatun (Pat) mendatangi saksi Yoga dan saksi Luki terkait hutang piutang, sekaligus menanggapi dugaan pembicaraan yang menjelek-jelekkan terdakwa.
Perselisihan berujung pada tindakan kekerasan, termasuk perusakan kendaraan dan pengancaman dengan airsoft gun, yang menyebabkan korban mengalami kerugian sekitar Rp10 juta.
Majelis hakim yang diketuai Arrahman, S.H., M.H. berupaya menerapkan prinsip keadilan restoratif dalam perkara tersebut.
Berdasarkan Perma Nomor 1 Tahun 2024, hakim dapat menawarkan penyelesaian berbasis restoratif apabila perkara memenuhi kriteria tertentu, termasuk ancaman pidana yang tidak lebih dari lima tahun penjara.
Setelah mempertimbangkan unsur-unsur tersebut, majelis hakim menyampaikan dan menjelaskan mekanisme restorative justice kepada korban dan terdakwa di persidangan.
Kedua pihak akhirnya menyetujui pelaksanaan proses damai melalui kesepakatan perdamaian. Dalam kesepakatan tersebut, terdakwa bersedia membayar ganti rugi sebesar Rp6,7 juta, dengan rincian utang korban sebesar Rp1,7 juta dianggap lunas, dan terdakwa membayar Rp5 juta kepada korban sebagai kompensasi atas kerugian.
Pembayaran ganti rugi tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan yang dicapai di hadapan majelis hakim.
Hasil kesepakatan perdamaian ini akan menjadi pertimbangan penting dalam tahap tuntutan dan putusan selanjutnya, sesuai dengan prinsip keadilan restoratif yang menekankan pemulihan hubungan sosial antara pelaku dan korban.
Melalui penerapan ini, diharapkan terjadi rekonsiliasi dan kedamaian di tengah masyarakat, tanpa harus menempuh proses pidana yang lebih panjang.
Penerapan keadilan restoratif oleh PN Batusangkar menunjukkan komitmen lembaga peradilan dalam menegakkan hukum yang humanis, berkeadilan, dan berorientasi pada pemulihan, bukan semata pada pemidanaan.
Bagi pengadilan, hal ini juga menjadi tanggung jawab moral dalam menghadirkan keadilan yang memberi manfaat nyata bagi para pencari keadilan.