MARINews, Kalianda - Pengadilan Negeri (PN) Kalianda berhasil menyelesaikan perkara anak melalui proses diversi, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Kasus ini tercatat dalam perkara Nomor 18/Pid.Sus.Anak/2025/PN Kla, yang melibatkan anak berhadapan dengan hukum (ABH) dalam perkara penganiayaan terhadap anak lain.
Dalam prosesnya, fasilitator diversi dari PN Kalianda, Hakim Indira Inggi Aswijati, S.H., M.H., bersama Panitera Pengganti Eka Nurlia Saputri, S.H., M.H., berhasil mempertemukan kedua pihak untuk mencapai kesepakatan damai tanpa harus melanjutkan perkara ke tahap persidangan.
Kasus ini bermula ketika anak pelaku diduga melakukan penganiayaan yang menyebabkan korban mengalami luka memar di pelipis, lutut, punggung kanan, dan leher sebelah kiri.
Namun, dalam musyawarah diversi yang berlangsung dengan suasana kekeluargaan, anak pelaku dan orang tuanya akhirnya menunjukkan penyesalan dan kesediaan untuk bertanggung jawab.
Melalui proses dialog yang dipimpin oleh hakim fasilitator, para pihak menyepakati penyelesaian damai, dengan ketentuan anak pelaku memberikan kompensasi sebesar Rp15 juta kepada pihak korban sebagai bentuk tali asih, sekaligus pemulihan nama baik dan tanggung jawab moril atas perbuatannya.
Musyawarah diversi ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk perwakilan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Lampung Selatan, Jaksa Penuntut Umum, Balai Pemasyarakatan (Bapas), serta orang tua dari kedua anak yang terlibat.
Hakim Indira Inggi Aswijati menekankan keberhasilan pelaksanaan diversi ini merupakan wujud nyata penerapan keadilan restoratif dalam penanganan perkara anak.
Pendekatan ini tidak hanya menempatkan hukum sebagai alat penghukuman, tetapi juga sebagai sarana pemulihan hubungan sosial dan pembelajaran moral bagi anak.
Dengan tercapainya kesepakatan ini, proses hukum tidak perlu dilanjutkan ke tahap persidangan, karena seluruh pihak telah berdamai dan setuju menyelesaikan perkara secara kekeluargaan.
Melalui pendekatan keadilan restoratif, anak yang berhadapan dengan hukum diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan tanpa harus menjalani proses pidana yang dapat berdampak negatif terhadap masa depannya.
Keberhasilan ini diharapkan menjadi contoh positif bagi pengadilan lain dalam menangani perkara anak di masa mendatang, serta mendorong masyarakat untuk lebih memahami pentingnya pendekatan damai dan rehabilitatif dalam sistem peradilan anak.