Sejarah Ordonansi Hutan 1927: Hutan Negara dan Larangan Pembakaran Hutan

Pemberlakuan Ordonasi Hutan tersebut, untuk wilayah Jawa dan Madura.
Salah satu wilayah hutan di Indonesia. Foto kehutanan.go.id
Salah satu wilayah hutan di Indonesia. Foto kehutanan.go.id

Indonesia berperan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan global, salah satunya melalui keberadaan hutannya. Bahkan hutan tropis Indonesia, mengurangi efek rumah kaca, menjaga kualitas udara, merawat keanekaragaman hayati dan sebagai benteng pertahanan dunia dari perubahan iklim.

Namun, kerusakan atau deforestasi hutan Indonesia, wajib jadi salah satu fokus serius pemerintah. Berdasarkan laporan Indonesia Enviroment and Energy Center, 4,5 juta hektare Indonesia berubah fungsi karena pembabatan. Alih fungsinya hutan, akibat masifnya pembanguna sektor pertambangan nikel di berbagai daerah.

Demikian juga, peluasan sektor perkebunan kelapa sawit, pembalakan liar dan pembakaran hutan, menjadi kegiatan lain yang menyumbang deforestasi hutan. Pemerintah Indonesia sendiri, sebenarnya telah memiliki beragam ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah satu bentuknya, adalah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang diperbaharui melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 dan Undang-Undang Cipta Kerja. 

Isi UU Kehutanan tersebut, mengatur juga sanksi pidana bagi pelaku kejahatan kehutanan, seperti perambahan hutan, pembakaran, penebangan pohon tanpa izin dan kejahatan lainnya. Penyidikannya juga dapat dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil, selain oleh petugas kepolisian.

Secara historis, pengaturan kawasan hutan, juga sudah dilakukan pemerintah Hindia Belanda. Kolonial menyusun aturan tentang pengelolaan hutan dan pencegahan kebakarannya, dalam Reglemen 1874 dan diubah menjadi Reglemen Hutan 1913.

Berdasarkan Reglemen Hutan 1913, sektor privat diperbolehkan untuk melakukan pengelolaan dan mengambil hasil dari hutan. Demikian juga, warga Hindia Belanda diizinkan mengambil kayu sisa, setelah penebangan hutan dilakukan swasta atau pemerintah, sebagaimana Pasal 17 Reglemen Hutan 1913.

Warga lokal diberikan hak, beraktivitas dalam hutan dan sebagai langkah memenuhi kebutuhan ekonomi, dari aktivias mengumpulkan kayu, buah dan mencari makanan hewan ternaknya.

Namun, oleh komunitas akademisi dan pecinta lingkungan hidup Belanda, aktivitas perambahan hutan tersebut, dikritik. Adapun organisasi pecinta hutan dan lingkungan hidup tersebut, bernama Nederlandsch Indische Vereeniging tot Natuurbescherming yang didirikan oleh Sijfert Hendrik Koorders.

Perkumpulan rimbawan dan pecinta lingkungan hidup tersebut, didirikan pada 1912 dan berperan penting dalam pelestarian hutan, di mana beberapa wilayah usulan perkumpulan, ditetapkan pemerintah kolonial sebagai kawasan hutan konservasi.

Implementasi konservasi hutan, ada yang mengambil hak dari tanah ulayat milik masyarakat adat. Pada akhirnya dibentuklah Boschordonnantie voor Java en Madoera 1927, yang lebih komprehensif. Pemberlakuan Ordonasi Hutan tersebut, untuk wilayah Jawa dan Madura.

Ordonansi tersebut, membatasi aktivitas masyarakat di hutan Jawa dan Madura, dengan menggunakan asas domeinverklaring, sebagaimana ketentuan Pasal 16, 17 dan 18 Ordonanasi Hutan Jawa serta Madura pada 1927. 

Bahkan, ketentuan Pasal 2 Ordonansi Hutan tersebut, menerangkan bahwa hutan adalah milik negara dan tidak ada kewenangan pihak ketiga untuk memanfaatkannya.

Demikianlah sejarah ketentuan Kehutanan di Indonesia, sejak era kolonial sampai dengan saat ini, semoga jadi tambahan pengetahuan bagi para pembacanya.

Sumber Referensi:

- Imroatun Nur Afifah, Pengelolaan Hutan di Jawa dan Madura:Kajian tentang Kebijakan Eksploitasi Hutan Tahun 1913-1932, Jurnal Avatara, Vol 8, No 1, Tahun 2020, hlm

- https://environment-indonesia.com/45-juta-hektar-hutan-indonesia-dibabat-hingga-nasib-perdagangan-karbon

- https://nationalgeographic.grid.id/read/133282969/kesadaran-pemerintah-kolonial-hindia-belanda-untuk-melestarikan-hutan

- https://sipongi.menlhk.go.id/hard-manggala-agni
 

Penulis: Adji Prakoso
Editor: Tim MariNews