Perkembangan dan kemajuan dunia saat ini tidak terlepas dari buah karya para ilmuwan tingkat dunia yang dengan penuh dedikasi, integritas, dan kejujuran mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk pengembangan ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi yang dibutuhkan umat manusia.
Ada beberapa hal yang menjadi ciri khas seorang ilmuwan dan membedakannya dengan orang-orang biasa, yaitu: bekerja dengan sistematis, selalu haus ilmu pengetahuan, jujur, berintegritas, kreatif, inovatif, objektif, rasional, skeptis, serta menggunakan data empiris dan metodis dalam memecahkan masalah perkembangan ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi demi kemaslahatan umat manusia.
Seseorang yang menyandang sebutan ilmuwan bukan karena mendapatkan SK (Surat Keputusan) dari atasannya atas nama institusi negara, atau karena memiliki gelar akademis semata, tetapi lebih dinilai dari keaktifannya dalam terus mengembangkan ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi melalui kegiatan penelitian yang bersifat ilmiah untuk kemaslahatan hidup umat manusia. Tidak ada batas waktu tertentu yang membatasi gelar ilmuwan yang disandangnya.
Ditinjau dari cara kerjanya, para ilmuwan bekerja dengan sangat disiplin dan sistematis melalui tahapan sebagai berikut: merumuskan masalah, membuat hipotesis, melakukan eksperimen, menganalisis data, membuat kesimpulan, dan melakukan publikasi sebagai pertanggungjawaban ilmiah serta sosial agar ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi yang berhasil ditemukan dapat dipelajari serta bermanfaat bagi masyarakat luas.
Temuan dan hasil karya para ilmuwan tingkat dunia telah berhasil mengubah peradaban, dari yang semula manual dan analog, kini bergeser ke era digital. Segala sesuatu bisa dikerjakan berbasis internet dan komputer serta didukung kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang sangat membantu kehidupan masyarakat dunia.
Di bidang hukum, para tokoh dan ilmuwan tingkat dunia juga berkontribusi besar melalui buah pikirannya untuk mendorong terwujudnya perdamaian masyarakat dunia.
Contohnya adalah Konvensi Jenewa dengan tokohnya Henry Dunant yang mengatur tentang perlindungan korban perang, serta Kesepakatan Paris dengan tokohnya Laurent Fabius, Christiana Figueres, dan Michael Bloomberg yang mengatur tentang perjanjian internasional dalam mengatasi perubahan iklim global.
Hukum Laut Internasional (UNCLOS) juga merupakan konvensi penting yang menetapkan aturan penggunaan laut dan samudra, termasuk hak dan kewajiban negara terhadap kedaulatan laut dan sumber daya alamnya. Salah satu tokoh terkemuka yang menggagas UNCLOS berasal dari Indonesia, yakni Prof. Muhtar Kusumaatmadja dan Prof. Hasjim Djalal.
Apakah hakim dapat disebut sebagai ilmuwan? Jika dilihat dari cara kerjanya yang sistematis, hakim dalam persidangan terlebih dahulu mempelajari dakwaan JPU (dalam perkara pidana) atau gugatan dari pihak penggugat (dalam perkara perdata) sebagai hipotesis. Kemudian melakukan pemeriksaan dan verifikasi terhadap alat bukti, menganalisis secara objektif fakta hukum di persidangan, serta membuat pertimbangan hukum.
Tahap selanjutnya adalah membuat kesimpulan berupa amar putusan yang dilandasi aspek yuridis, filosofis, dan sosial. Putusan tersebut harus berkeadilan bagi para pihak, memiliki kepastian hukum, dan memberi manfaat tidak hanya untuk pihak berperkara tetapi juga masyarakat luas. Maka, menurut hemat penulis, seorang hakim dapat dikategorikan sebagai ilmuwan, khususnya di bidang penegakan hukum.
Untuk mendukung tugasnya yang semakin kompleks, hakim dituntut terus meningkatkan kemampuan dan pengetahuannya. Proses belajar ini bisa melalui pendidikan formal, diklat teknis yang diselenggarakan Mahkamah Agung, maupun studi literatur dari sumber terpercaya. Bagi hakim, belajar adalah kebutuhan profesi yang tidak akan pernah berhenti, bahkan setelah purna tugas.
Sejarah telah membuktikan banyak hakim kelas dunia menjadi inspirasi, panutan, dan teladan lintas generasi karena kejujuran dan integritas yang tinggi. Mereka tidak tergoyahkan oleh berbagai godaan dalam menegakkan hukum dan keadilan, serta mampu menguatkan negaranya melalui hukum sebagai panglima.
Beberapa contoh di antaranya adalah:
- Iyas bin Mu’awiyah, hakim pada abad ke-2 Hijriah di Basra, Irak, yang dikenal cerdas, adil, berintegritas tinggi, dan anti-suap.
- Hakim Bao (Bao Zheng), tokoh legendaris Dinasti Song Utara (999–1062 M) yang mendapat julukan Bao Qingtian karena kejujurannya.
- Hakim Frank Caprio dari Amerika Serikat (1985–2023) yang dikenal menghadirkan wajah hukum penuh empati.
- Bismar Siregar, Hakim Agung RI periode 1984–2000, yang selalu menggunakan hati nurani dan patuh pada ajaran agama dalam memutus perkara.
- Artidjo Alkostar, Hakim Agung RI 2000–2018, dijuluki “pendekar hukum” karena keteguhannya dalam memutus perkara korupsi.
Seorang hakim yang dapat disebut ilmuwan bahkan negarawan terlihat dari putusan-putusan yang dibuatnya, dengan ciri:
- Berdasarkan kejujuran, integritas, objektivitas, dan fakta persidangan yang empiris.
- Dilengkapi pertimbangan hukum komprehensif, meliputi aspek yuridis, filosofis, dan sosiologis.
- Putusannya dapat diuji, bersifat ilmiah, dan sulit dipatahkan dalam upaya hukum lanjutan, sehingga cenderung dikuatkan pada putusan inkrah.
Hakim dengan kapasitas dan integritas tertinggi inilah yang akan melahirkan putusan peradilan berkualitas, memberikan rasa keadilan, menciptakan kepastian hukum, serta memberi kemanfaatan sosial bagi masyarakat.
Dampak lanjutannya adalah meningkatnya kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan, terciptanya ketertiban dan keamanan negara, tumbuhnya iklim investasi, serta terbukanya lapangan pekerjaan yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan bangsa Indonesia.