Sistem hukum pidana Filipina tidak dapat dipisahkan dari warisan kolonial Spanyol yang berlangsung selama lebih dari tiga abad. Pengaruh hukum Spanyol masih terasa kuat dalam struktur pemidanaan pada peradilan Filipina.
Hukum Spanyol di Filipina mengukuhkan pentingnya peradilan modern Filipina untuk mendasarkan pemidanaan yang berbasis pada keadilan, kemanusiaan, dan proporsionalitas dalam penjatuhan sanksi pidana.
Penjajahan Spanyol di Filipina pada sekitar tahun 1565-1898 berakibat pada melekatnya konsepsi hukum Spanyol dalam sistem hukum di Filipina.
Konsep-konsep fundamental seperti corpus juris civilis dan asas hukum Romawi menjadi acuan dari sistem peradilan Filipina. Dalam perkembangan, sistem hukum Filipina dimodifikasi melalui pengaruh Amerika dan perkembangan hukum nasional.
Sistem pemidanaan Spanyol yang diadopsi Filipina berlandaskan tiga asas mendasar.
Pertama, asas kemanusiaan (principio de humanidad) yang mengharuskan setiap pemidanaan menghormati martabat manusia dan menolak perlakuan yang tidak manusiawi. Asas ini melarang pemidanaan yang kejam, tidak proporsional, atau merendahkan derajat kemanusiaan.
Kedua, teori manajemen (teoría de gestión) yang memandang pemidanaan sebagai instrumen pengelolaan sosial. Asas ini menegaskan bahwa sanksi pidana bukan sekadar bertujuan sebagai pembalasan (retribution), melainkan harus secara proaktif berfungsi sebagai alat untuk merehabilitasi dan mereintegrasi pelaku kembali ke tengah-tengah masyarakat.
Dengan demikian, pemidanaan bukan lagi semata-mata soal menghukum, tetapi lebih berorientasi pada pengelolaan perilaku dan pemulihan individu. Teori manajemen melihat pemidanaan sebagai kesempatan untuk mengubah pelaku kejahatan dan mengurangi potensi kejahatan di masa depan.
Ketiga, asas proporsionalitas (principio de proporcionalidad) yang mengharuskan keseimbangan antara beratnya kejahatan dengan pidana yang dijatuhkan. Prinsip ini mencegah penjatuhan hukuman yang berlebihan atau tidak sesuai dengan tingkat kesalahan pelaku.
Saat pemaparannya pada 2023, Hakim Tinggi Filipina, Apolinario Bruselas mengingatkan mengenai pidana berlegitimasi (castigo legitimo). Pemidanaan harus diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan yang sah.
Hal tersebut menjamin asas legalitas, di mana tidak ada perbuatan atau pidana tanpa aturan yang mengaturnya (nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali).
Menurut Bruselas, pidana hanya dapat dijatuhkan ketika dipandang benar-benar diperlukan untuk melindungi kepentingan hukum masyarakat. Konsep ini menolak pemidanaan yang bersifat kaku tanpa mempertimbangkan kemanusiaan maupun terlalu sistematis otomatis.
Bruselas menekankan tingkat “keperluan” harus diukur dari urgensi perlindungan terhadap kepentingan kolektif masyarakat. Artinya, pemidanaan harus difokuskan pada tujuan utama: menghentikan kejahatan dan mencegah terulangnya kejahatan.
Pendekatan ini menggeser paradigma dari pembalasan (retribution) menuju pencegahan (prevention) dan perlindungan masyarakat.
Dalam pengembangan hukum pidana, asas-asas pemidanaan Spanyol ini tetap relevan sebagai asal muasal tujuan hukum pidana serta menjadi referensi filosofis dalam sistem peradilan pidana Filipina.
Keseimbangan antara penegakan hukum, perlindungan masyarakat, dan penghormatan hak asasi manusia patut diwujudkan untuk menyortir aspek universal dari hukum pidana Spanyol untuk suatu sistem peradilan.