Dampak Ekososionomi dan Konsekuensi Hukum Perburuan Ikan dan Mamalia Laut Dilindungi

Pada ekosistem perairan laut maupun perairan darat, semua biota perairan (ikan, molusca, crustacea, reptilia, mamalia) yang terdapat didalamnya memiliki peran dan fungsi ekologis sangat penting,

Pada ekosistem perairan laut maupun perairan darat, semua biota perairan (ikan, molusca, crustacea, reptilia, mamalia) yang terdapat didalamnya memiliki peran dan fungsi ekologis sangat penting, serta mempunyai hubungan dan keterkaitan fungsi sangat erat satu sama lain, untuk menciptakan sebuah keseimbangan ekosistem dan rantai makanan di lingkungan perairan. 

Bilamana, terdapat tekanan berupa perburuan dan penangkapan yang berlebihan terhadap sumberdaya perikanan, seperti ikan, molusca, crustacea, reptilia atau mamalia laut tertentu melebihi batas kemampuan dirinya beradaptasi dan berkembang biak, maka akan berdampak langsung secara ekologi, sosial dan ekonomi (ekososionomi) yang berakibat fatal bagi kehidupan.

Akibatnya berupa kelangkaan dan punahnya sumberdaya perikanan dan mamalia laut, terganggunya sistem rantai makanan bagi biota perairan lainnya, rusaknya ekosistem perairan, hilangnya keragaman jenis sumberdaya ikan, hilangnya potensi manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan, hilangnya sumber obat-obatan, nelayan menjadi kesulitan mencari ikan, berkurangnya sumber bahan pangan bagi kehidupan manusia dan menimbulkan kemiskinan bagi nelayan dan masyarakat pesisir lainnya. 

Hal ini dikarenakan keberadaan sumberdaya perikanan yang terancam punah memiliki kerentanan sangat tinggi, dari berbagai gangguan. Maka perlu dilakukan perlindungan menggunakan instrumen hukum oleh negara.

Beberapa contoh jenis ikan dan mamalia laut yang dilindungi secara penuh oleh undang-undang dan masuk daftar Appendix 1 CITES, yaitu spesies biota perairan yang terancam punah dan perdagangan internasionalnya dilarang dalam bentuk apapun, antara lain:

  • Seluruh jenis penyu (penyu hijau, penyu belimbing, penyu lekang, penyu pipih, penyu sisik, penyu tempayan) dengan status perlindungan penuh;
  • Dugong;
  • Seluruh jenis paus (paus minke, paus sei, paus bryde, paus bryde kecil, paus biru);
  • Seluruh jenis lumba-lumba;
  • Pesut Mahakam;
  • Pari manta, pari gergaji, pari sungai tutul, pari sungai raksasa, pari sungai pinggir putih, pari kai;
  • Arwana super red;
  • Kura-kura, biuku, labi-labi bintang;
  • Kima tapak kuda;
  • Bambu laut;
  • Belida borneo, belida sumatera, belida jawa, belida lopis.

Sisi lain, perlindungan terhadap jenis ikan dan mamalia laut yang terancam punah telah diundangkan dan diatur melalui UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan dikuatkan secara teknis melalui Permen-KP Nomor: 61 Tahun 2018 tentang Pemanfaatan Jenis Ikan yang Dilindungi dan/atau Jenis Ikan yang Tercantum dalam Appendiks Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora.

Selain itu, diatur Kepmen-KP Nomor 1 Tahun 2021 tentang Jenis Ikan yang dilindungi, namun penangkapan jenis ikan dan mamalia laut yang terancam punah, serta dilindungi undang-undang tersebut, masih terus marak terjadi di berbagai wilayah perairan Indonesia.   

Pada umumnya nelayan atau masyarakat pesisir melakukan perburuan dan penangkapan ikan, serta mamalia laut yang terancam punah dan dilindungi oleh undang-undang, dengan alasan sebagai berikut:

  • Nelayan mengaku tidak mengetahui kalau jenis ikan atau mamalia laut tertentu yang ditangkap merupakan biota perairan yang dilarang untuk ditangkap dan dilindungi oleh undang-undang;
  • Nelayan melakukan penangkapan jenis ikan atau mamalia laut tertentu yang dilindungi undang-undang, guna kepentingan upacara adat atau keagamaan;
  • Nelayan melakukan penangkapan jenis ikan dan mamalia laut tertentu yang dilindungi undang-undang, karena terpancing nilai jual yang sangat tinggi di pasaran; 

Dengan memperhatikan masih maraknya kasus penangkapan jenis ikan dan mamalia laut yang terancam punah dan dilindungi undang-undang oleh nelayan di wilayah pesisir Indonesia, maka penulis berpandangan sebagai berikut: 

  • Penegakan hukum terhadap oknum nelayan yang melakukan perburuan dan penangkapan jenis ikan dan mamalia laut yang terancam punah dan dilindungi undang-undang, perlu dilaksanakan seadil-adilnya dengan mempertimbangan keberlanjutan dan kelestarian sumberdaya perikanan. 
  • Ketidaktahuan nelayan terhadap hukum yang mengatur tentang sumberdaya ikan dan mamalia laut yang terancam punah dan dilindungi undang-undang, tidak bisa digunakan sebagai alasan pemaaf untuk menghindari sanksi hukum sebagaimana konsep “ignorantia iuris neminem excusat”. Hal ini, sejalan dengan asas fiksi hukum yang menyatakan suatu undang-undang telah diundangkan, maka semua orang dianggap sudah mengetahuinya, meskipun dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Penerapan terhadap asas fiksi hukum, dalam kasus penangkapan ikan dan mamalia laut yang terancam punah dan dilindungi undang-undang, bertujuan memberikan kepastian hukum dalam berkehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa. Jika masyarakat dibiarkan beralasan tidak mengetahui hukum, maka kepastian hukum akan sulit tercapai dan orang dapat menghindari tanggung jawabnya. 
  • Perburuan terhadap jenis ikan dan mamalia laut yang terancam punah, serta dilindungi undang-undang, dengan alasan kegiatan upacara adat atau keagamaan oleh sebagian masyarakat pesisir Indonesia, tidak bisa dibenarkan berdasarkan ketentuan pasal 12 UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. 
  • Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional untuk penyelamatan dan pelestarian sumberdaya perikanan yang terancam punah. Bilamana terjadi pertentangan, maka hukum positif yang sejalan dengan kepentingan nasional lebih diutamakan. 
  • Seandainya, terdapat dua peraturan yang memiliki kedudukan yang sama dan mengatur hal yang sama, maka peraturan yang lebih tinggi akan mengalahkan peraturan yang lebih rendah atau yang lebih dikenal dengan asas hukum lex superior derogate legi inferiori . Dalam konteks ini, hukum positif yang dibuat negara yaitu UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, memiliki kedudukan lebih tinggi, bilamana dibandingkan dengan hukum adat dalam skala hirarki hukum;
  • Pemerintah perlu terus melakukan pemberdayaan dan mencarikan mata pencaharian alternative secara berkesinambungan, melalui program dan kegiatan pro rakyat sehingga masyarakat pesisir tidak melakukan penangkapan kembali jenis ikan dan mamalia laut yang terancam punah dan dilindungi undang-undang. 

Kesimpulan

Perburuan dan penangkapan ilegal terhadap sumberdaya perikanan yang terancam punah dan dilindungi oleh undang-undang, menjadi problematika tersendiri yang harus diurai akar permasalahannya, serta dicarikan solusinya oleh pemerintah melalui aksi sebagai berikut:  

  • Penegakan hukum terhadap pelaku perburuan dan penangkapan ilegal terhadap jenis ikan dan mamalia laut harus dilakukan secara tegas dan berdasarkan keadilan ekologis;  
  • Melakukan edukasi hukum dan aspek ekososionomi melalui kegiatan penyuluhan kepada nelayan dan masyarakat pesisir, guna menumbuhkan kesadaran dan rasa empati untuk turut serta berpartisipasi secara aktif mengawasi dan menjaga kelestarian sumberdaya perikanan yang terancam punah dan dilindungi UU; 
  • Dalam konteks teologis kekayaan dan keragaman jenis sumberdaya perikanan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia adalah merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa, yang harus disyukuri tidak hanya secara lisan tetapi harus dibuktikan melalui tindakkan nyata dengan menjaga kelestariannya menggunakan instrumen teknis dan penegakan hukum.
Penulis: Saptoyo
Editor: Tim MariNews