Dalam dunia hukum, khususnya sengketa tanah atau bangunan, kita sering mendengar dua istilah yang terdengar teknis seperti Pemeriksaan Setempat (PS) dan Eksekusi.
Biasanya, perhatian publik dan aparat keamanan lebih banyak menyorot tahap eksekusi. Bayangan kita tentang eksekusi seringkali dramatis karena ada alat berat, tangisan histeris, hingga bentrokan fisik. Karena itulah, pengamanan saat eksekusi selalu dilakukan super ketat.
Namun, ada satu tahapan yang sering dianggap "lebih santai" padahal memiliki risiko yang sama meledaknya, yaitu PS. Padahal, urgensi pengamanan di kedua tahapan ini sejatinya setara.
Apa Itu Pemeriksaan Setempat vs. Eksekusi?
Secara singkat, Pemeriksaan Setempat atau PS adalah momen ketika Majelis Hakim, panitera, dan para pihak yang bersengketa "turun gunung" keluar dari ruang sidang yang ber-AC menuju lokasi tanah atau rumah yang dipermasalahkan.
Tujuannya sederhana yaitu agar Hakim dapat memastikan apakah tanah atau rumah itu benar ada, berapa luasnya, dan di mana batas-batasnya.
Sedangkan Eksekusi adalah tahap akhir. Ini terjadi ketika putusan Hakim sudah final. Pihak yang kalah dipaksa (secara hukum) untuk mengosongkan atau menyerahkan objek sengketa kepada pemenang.
Mengapa Kita Sering "Lengah" di Pemeriksaan Setempat?
Banyak yang mengira PS hanyalah kegiatan "memeriksa" objek tanah. Karena belum ada pengusiran paksa, orang sering berpikir suasananya akan adem ayem. "Ah, cuma lihat lokasi saja kok, tidak perlu polisi banyak-banyak," begitu pikir sebagian orang. Ini adalah pemikiran yang keliru. Justru di sinilah letak bahayanya.
Potensi Gesekan Emosional
Alasan utama mengapa pengamanan PS harus sama ketatnya dengan eksekusi adalah faktor emosi.
Saat pelaksanaan PS, kedua belah pihak (Penggugat dan Tergugat) bertemu secara fisik di lokasi yang mereka perebutkan.
Di ruang sidang, mereka dipisahkan oleh meja dan tata tertib. Namun di lapangan, mereka berdiri di tanah yang sama, menunjuk batas yang berbeda, dan saling klaim dengan nada tinggi.
Seringkali, tergugat merasa "terhina" karena tanah yang ia kuasai didatangi oleh lawan dan Hakim. Rasa tersinggung ini sangat mudah memicu provokasi. Jika tidak ada aparat keamanan yang cukup, adu mulut sederhana soal patok tanah bisa berubah menjadi adu fisik dalam hitungan detik.
Keamanan Menjamin Objektivitas Hakim
Selain mencegah bentrok, pengamanan di tahap PS memiliki urgensi vital bagi sang Hakim. Bayangkan jika Anda menjadi Hakim, lalu Anda harus memeriksa batas tanah di tengah kerumunan massa yang membawa senjata tajam atau berteriak-teriak mengintimidasi. Apakah Anda bisa bekerja dengan tenang? Tentu tidak.
Tanpa pengamanan yang setara dengan eksekusi, Hakim bisa tertekan secara psikologis. Jika Hakim merasa tidak aman, proses pemeriksaan bisa jadi terburu-buru atau tidak teliti. Akibatnya, data yang didapat tidak akurat.
Bahayanya, jika data dari PS ini salah, maka putusan Hakim nanti juga bisa salah (kabur). Dan jika putusannya salah, maka eksekusi di masa depan akan menjadi mustahil atau semakin ricuh.
Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati
Memperlakukan PS dengan standar keamanan yang sama dengan eksekusi adalah bentuk pencegahan dini.
Jika pada saat PS para pihak melihat bahwa Pengadilan datang didampingi kekuatan kepolisian yang lengkap dan tegas, ada efek psikologis yang tercipta.
Para pihak yang berniat rusuh akan berpikir dua kali. Mereka menjadi sadar bahwa negara hadir dan serius menangani kasus ini.
Sebaliknya, jika pengamanan saat PS lemah, pihak yang memiliki niat buruk akan merasa "di atas angin". Mereka akan merasa bisa mengintimidasi Pengadilan, dan sikap membangkang ini akan terus terbawa hingga tahap eksekusi nanti.
Kesimpulan
Sudah saatnya kita mengubah pola pikir. Risiko keamanan tidak hanya muncul saat pengosongan lahan (eksekusi), tetapi sudah mengintai sejak Hakim melangkahkan kaki ke lokasi PS.
Keduanya memiliki urgensi yang sama, yaitu untuk menjaga wibawa hukum dan keselamatan nyawa. Jangan menunggu terjadi kericuhan di lapangan baru kita sadar pentingnya pengamanan.
Dengan mengamankan PS sama seriusnya dengan Eksekusi, kita sebenarnya sedang memuluskan jalan menuju keadilan yang tuntas dan aman.





