Keadilan yang Berhati Nurani: Pesan Kemanusiaan untuk Aparat Hukum

Dalam konteks peradilan modern, pesan ini sejalan dengan semangat Restorative Justice dan Welfare Approach, pendekatan hukum yang menempatkan kemanusiaan sebagai inti dari keadilan.
ilustrasi keadilan substantif harus didahulukan ketika kaidah substantif berbenturan dengan kaidah formal (ilustrasi dihasilkan oleh Gemini AI)
ilustrasi keadilan substantif harus didahulukan ketika kaidah substantif berbenturan dengan kaidah formal (ilustrasi dihasilkan oleh Gemini AI)

“Jangan mencari perkara apalagi terhadap orang kecil. Orang kecil, orang lemah hidupnya sudah sangat susah. Jangan diperberat mencari hal yang tidak perlu dicari.”
— Prabowo Subianto, 20 Oktober 2025

Kalimat sederhana ini menyentuh sisi terdalam dari makna keadilan. Di tengah sistem hukum yang sering kali kaku dan prosedural, pesan tersebut mengingatkan bahwa hukum sejatinya harus berpihak kepada kemanusiaan. Bahwa di balik setiap perkara, ada manusia dengan kehidupan, penderitaan, dan harapan.

Pernyataan ini menggema di ruang publik bukan karena retorikanya, melainkan karena nilai moral yang dikandungnya. Ia berbicara tentang empati, tentang bagaimana aparat penegak hukum, hakim, jaksa, dan polisi tidak boleh kehilangan hati nurani di balik seragam dan jabatan. Bahwa tugas mereka bukan semata menegakkan pasal, tetapi juga menjaga martabat manusia, terutama mereka yang lemah dan rentan.

Dalam konteks peradilan modern, pesan ini sejalan dengan semangat Restorative Justice dan Welfare Approach, pendekatan hukum yang menempatkan kemanusiaan sebagai inti dari keadilan. 

Ketika seorang anak melakukan kesalahan, ia tak hanya butuh hukuman, tapi juga kesempatan untuk memperbaiki diri. Saat seorang ayah miskin terjerat perkara kecil, yang ia butuhkan bukan tekanan, melainkan tangan yang membantu.

Hakim yang memilih membayar ganti rugi dengan uang pribadinya agar anak terdakwa bisa tetap bersekolah adalah contoh nyata dari keadilan berhati nurani. Ia tidak hanya menerapkan hukum, tapi juga merasakan makna keadilan sejati: keadilan yang memulihkan, bukan menghukum semata.

Pesan Prabowo bukan sekadar nasihat moral, tetapi panggilan etis bagi seluruh penegak hukum dan pejabat negara—bahwa kekuasaan tanpa empati hanya melahirkan ketakutan, sementara hukum tanpa hati hanya melahirkan ketidakadilan.

Keadilan sejati tidak akan lahir dari gedung megah atau toga kebesaran, tetapi dari hati yang mampu melihat penderitaan sesama. Dan di sanalah tugas setiap aparat negara menemukan maknanya: bukan sekadar menjalankan aturan, tapi menghadirkan kemanusiaan di dalamnya.

Penulis: Nur Amalia Abbas
Editor: Tim MariNews