KUHP Nasional: Tonggak Baru Hukum Indonesia

Ini merupakan sebuah tonggak sejarah penting, mengingat 80 tahun Indonesia merdeka, baru kali ini bangsa kita memiliki kodifikasi hukum pidana
Ilustrasi KUHP
Ilustrasi KUHP

Sejak akhir tahun 2022, Indonesia resmi memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang lahir sebagai pengganti KUHP lama warisan kolonial Belanda. 

Ini merupakan sebuah tonggak sejarah penting, mengingat 80 tahun Indonesia merdeka, baru kali ini bangsa kita memiliki kodifikasi hukum pidana yang disusun sendiri berdasarkan nilai, budaya, serta kebutuhan masyarakat modern.

Lahirnya KUHP Nasional bukan sekadar soal pergantian teks hukum, tetapi mencerminkan kemandirian bangsa dalam membangun sistem hukum yang lebih sesuai dengan karakter Indonesia. 

Dasar hukumnya jelas, yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang telah disahkan dan kini dalam tahap transisi menuju implementasi penuh.

KUHP baru ini menghadirkan sejumlah terobosan, mulai dari pengakuan hukum adat, dekriminalisasi beberapa perbuatan, hingga aturan mengenai tindak pidana modern seperti kejahatan siber. 

Meski begitu, tantangan implementasi tetap besar. Bagaimana aparat penegak hukum, khususnya hakim, dapat menafsirkan dan menerapkan aturan-aturan baru ini secara konsisten, adil, dan tetap berpihak pada kepastian hukum?

Di sinilah peran Mahkamah Agung (MA) menjadi sangat krusial. Sebagai lembaga yudikatif tertinggi, MA bukan hanya bertugas memutus perkara di tingkat kasasi, tetapi juga membangun pedoman dan memberi arahan teknis bagi seluruh hakim di Indonesia. 

Dalam konteks KUHP Nasional, MA diharapkan mampu menyusun regulasi teknis berupa Surat Edaran atau Peraturan Mahkamah Agung yang menjelaskan bagaimana pasal-pasal baru ditafsirkan dan diterapkan.

Selain itu, MA juga berperan penting dalam pendidikan berkelanjutan bagi hakim. Dengan adanya KUHP baru, hakim-hakim perlu pembekalan tambahan berupa pelatihan, workshop, hingga diskusi akademis yang memungkinkan mereka memahami filosofi, semangat, dan praktik penerapan aturan pidana terbaru. 

Tanpa itu, dikhawatirkan akan terjadi perbedaan penafsiran yang justru menimbulkan ketidakpastian hukum.

Harapan ke depan, KUHP Nasional dapat menjadi instrumen hukum yang tidak hanya menghadirkan keadilan, tetapi juga mencerminkan jati diri bangsa. 

Dengan dukungan Mahkamah Agung, hakim, dan seluruh aparat penegak hukum, KUHP ini diharapkan benar-benar mampu menjawab tantangan zaman sekaligus menjadi landasan hukum pidana yang lebih humanis, modern, dan berkeadilan.

Penulis: Nur Amalia Abbas
Editor: Tim MariNews