Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah momen reflektif yang mengingatkan umat Islam akan ajaran dan teladan Rasulullah.
Namun, di tengah gempita perayaannya, kita dihadapkan pada sebuah pertanyaan mendalam: bagaimana kita menempatkan nilai-nilai luhur Maulid Nabi dalam konteks penegakan hukum dan pembentukan kesadaran masyarakat?
Hukum sebagai Cermin dan Batasan
Dalam kehidupan bernegara, hukum memegang peranan vital sebagai alat untuk mengatur ketertiban, menciptakan keadilan, dan memberikan kepastian. Ia adalah rambu-rambu yang membatasi tindakan agar tidak merugikan orang lain dan tatanan sosial.
Tanpa hukum, masyarakat akan hidup dalam kekacauan. Penegakan hukum yang tegas dan adil adalah prasyarat mutlak bagi terciptanya stabilitas.
Sebuah teori hukum "law as a tool of social engineering" yang artinya "hukum sebagai alat rekayasa sosial", diperkenalkan oleh Roscoe Pound dalam bukunya yang berjudul "Law and Morals" (1910).
Buku ini merupakan salah satu karya signifikan yang menguraikan pemikiran Pound bahwa hukum tidak sekadar berfungsi sebagai rangkaian aturan, melainkan juga sebagai sarana untuk membentuk dan mengatur masyarakat demi mencapai tujuan sosial dan menciptakan harmoni.
Namun, hukum tidak bisa berdiri sendiri. Ia hanyalah sebuah cermin yang merefleksikan norma-norma yang ada. Sebagus apa pun undang-undang, sekuat apa pun lembaga penegak hukum, semuanya akan sia-sia jika tidak didukung oleh kesadaran masyarakat.
Sebuah masyarakat yang hanya mematuhi hukum karena takut hukuman, bukan karena keyakinan, adalah masyarakat yang rapuh. Ketaatan semacam ini hanya bersifat sementara dan situasional.
Maulid Nabi dan Kesadaran untuk Berbuat Baik
Inilah di mana peringatan Maulid Nabi memegang peranan krusial. Maulid Nabi bukan sekadar perayaan seremonial, tetapi sebuah momentum untuk memperbarui komitmen kita dalam meneladani Rasulullah.
Rasulullah Muhammad SAW adalah teladan sempurna dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam berinteraksi dengan masyarakat. Beliau mengajarkan tentang kejujuran, keadilan, empati, dan kasih sayang.
Ajaran-ajaran ini melampaui aturan-aturan formal; ia adalah fondasi moral yang mendorong seseorang untuk berbuat baik.
Kesadaran masyarakat untuk meneladani Rasulullah adalah kunci untuk melengkapi peran hukum. Jika hukum berbicara tentang apa yang tidak boleh dilakukan, teladan Rasulullah berbicara tentang apa yang seharusnya dilakukan.
Ketika seorang individu memiliki kesadaran untuk tidak berbohong, tidak korupsi, tidak menzalimi orang lain, dan berempati pada sesama, maka ia tidak memerlukan pengawasan hukum yang ketat. Kesadaran itu muncul dari dalam diri, bukan dari paksaan.
Harmoni antara Hukum dan Kesadaran Masyarakat
Oleh karena itu, menciptakan suasana sosial yang ideal memerlukan kolaborasi harmonis antara penegakan hukum yang tegas dan pembentukan kesadaran masyarakat yang mendalam.
Hukum menyediakan kerangka, sementara kesadaran masyarakat memberikan substansi moral.
Tanpa hukum, kebaikan akan sulit dipertahankan dalam skala luas. Tanpa kesadaran, hukum akan terasa sebagai beban yang menindas, bukan sebagai alat untuk mencapai kebaikan bersama.
Sebagaimana dalam Al Qur'an “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Al-Zalzalah: 7-8)
Peringatan Maulid Nabi adalah pengingat bagi kita semua bahwa tantangan terbesar bukanlah hanya membuat dan menegakkan hukum, tetapi juga menumbuhkan karakter yang mulia pada setiap individu.
Maulid Nabi adalah undangan untuk merefleksikan diri, apakah tindakan kita hari ini telah mencerminkan nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh Rasulullah. Sebab, hanya dengan kesadaran kolektif yang berlandaskan teladan beliau, kita dapat membangun masyarakat yang benar-benar adil, harmonis, dan bermartabat.