Hukum sebagai Ide Luhur: Menelusuri Gagasan Plato hingga Ronald Dworkin

Dengan menelusuri gagasan hukum dari Plato hingga Dworkin menunjukkan satu hal penting, bahwa hukum yang sejati bukan hanya hidup di dalam buku, tetapi tumbuh dalam hati dan pikiran manusia yang jujur.
Ilustrasi sejarah hukum. Foto blog.ipleaders.in/
Ilustrasi sejarah hukum. Foto blog.ipleaders.in/

Hukum bukan sekadar aturan. Ia adalah cermin dari ide-ide luhur yang diyakini sebagai kebenaran. Ketika peraturan gagal menegakkan keadilan, maka perlu dicari kembali ruh dari hukum itu sendiri, ruh yang dalam sejarah pemikiran telah diperjuangkan sejak zaman Plato hingga pemikir modern seperti Ronald Dworkin. 

Plato memandang hukum sebagai bagian dari dunia ide, tempat segala sesuatu mencapai bentuk paling sempurnanya. Hukum dalam pandangan ini bukan ciptaan manusia semata, tetapi pancaran dari kebenaran universal. Di balik hukum, ada keadilan sejati yang hanya dapat dipahami melalui akal yang jernih dan jiwa yang terdidik.

Dalam konsep negara ideal Plato, hukum harus berpijak pada kebaikan. Hukum tidak boleh dikendalikan oleh kepentingan politik atau nafsu kekuasaan. Ia harus dijalankan oleh mereka yang memahami filsafat dan kebenaran, bukan oleh mereka yang hanya pandai berdebat atau memanipulasi aturan.

Pemikiran Plato menyadarkan bahwa hukum tidak cukup hanya adil secara prosedural. Ia harus mencerminkan keadilan yang bersumber dari akal dan nilai-nilai moral yang abadi. Tanpa fondasi etika, hukum akan rapuh meski tampak rapi dalam teks dan sistem.

Berabad-abad kemudian, filsuf seperti Thomas Aquinas meneruskan gagasan Plato dengan menyelaraskan hukum dengan kehendak ilahi. Ia menyatakan bahwa hukum manusia harus tunduk pada hukum alam dan hukum Tuhan. Ketaatan kepada hukum baru memiliki makna jika hukum itu sesuai dengan keadilan yang telah digariskan oleh Yang Maha Kuasa.

Pada masa modern, perdebatan tentang hukum sebagai ide menjadi semakin kompleks. Di satu sisi, muncul positivisme hukum yang memisahkan hukum dari moral. Di sisi lain, muncul pemikiran yang menegaskan bahwa hukum tanpa nilai adalah kosong. Ronald Dworkin menjadi salah satu pemikir yang lantang menyuarakan bahwa hukum selalu terkait dengan moral.

Menurut Dworkin, dalam setiap putusan hukum, hakim tidak hanya menerapkan aturan, tetapi juga menafsirkan prinsip-prinsip moral yang melatarinya. Hukum bukan kumpulan perintah, tetapi hasil dari dialog antara teks dan nilai. Dengan pendekatan ini, keadilan tidak ditentukan oleh prosedur teknis, tetapi oleh integritas dalam menafsirkan hukum secara moral.

Pemikiran Dworkin menjadi sangat relevan dalam praktik peradilan masa kini. Dalam banyak kasus yang tidak jelas aturannya, hakim harus menggali makna hukum berdasarkan prinsip keadilan, kesetaraan, dan hak-hak asasi manusia. Tafsir yang dilakukan tidak netral, melainkan sarat dengan pertimbangan nilai dan kepentingan publik.

Hukum sebagai ide luhur juga menuntut penghayatan. Ia tidak bisa ditegakkan hanya dengan menghafal pasal atau menyusun regulasi. Hukum harus dijalani dengan kesadaran bahwa setiap aturan adalah tanggung jawab moral. Penegak hukum sejati bukan hanya memahami teks, tetapi juga mencintai keadilan sebagai cita-cita tertinggi.

Hukum sebagai ide juga mengajarkan bahwa perubahan hukum harus mengikuti perubahan kesadaran moral masyarakat. Sebuah aturan yang dahulu dianggap sah, bisa jadi hari ini dipandang zalim. Maka, hukum perlu terus dikaji, ditafsirkan, dan dikembangkan agar tetap selaras dengan suara hati masyarakat yang jujur.

Kehadiran hukum tidak hanya untuk menjaga ketertiban, tetapi juga untuk memelihara martabat manusia. Maka, hukum harus menjadi alat pembebasan, bukan penindasan. Dalam kerangka ini, hukum bukan sekadar sarana, tetapi cita-cita yang harus diperjuangkan dengan ilmu, kesadaran, dan iman.

Dalam pandangan religius, hukum yang baik adalah hukum yang membawa berkah. Ia tidak hanya mengatur hubungan antara sesama manusia, tetapi juga menjadi jalan untuk mendekat kepada Tuhan. Sebab keadilan adalah nama lain dari kebajikan, dan kebajikan adalah jalan yang menuntun kepada kebenaran.

Melihat hukum sebagai ide mengajak untuk tidak berhenti pada tataran teknis, tetapi terus menyelami kedalaman makna. Hukum yang adil tidak cukup hanya legal, tetapi juga harus etis. Dalam tafsir dan pelaksanaan hukum, harus selalu hadir keberanian untuk menegakkan yang benar dan menolak yang zalim.

Dengan menelusuri gagasan hukum dari Plato hingga Dworkin menunjukkan satu hal penting, bahwa hukum yang sejati bukan hanya hidup di dalam buku, tetapi tumbuh dalam hati dan pikiran manusia yang jujur. Hukum sebagai ide adalah cahaya yang menuntun akal, moral, dan iman dalam perjuangan menegakkan keadilan.

Inilah jalan panjang hukum, dari dunia ide menuju kenyataan hidup. Sebuah jalan yang tak boleh dilupakan oleh siapa pun yang percaya bahwa keadilan bukan hanya dibaca, tetapi harus diperjuangkan. Karena pada akhirnya, hukum yang paling luhur adalah hukum yang membawa kehidupan kepada cahaya dan kebaikan dan memelihara martabat manusia.
 

Penulis: M. Khusnul Khuluq
Editor: Tim MariNews