Integritas merupakan pilar utama dalam menjaga marwah serta kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Kondisi tersebut menjadi tantangan serius bagi Mahkamah Agung, sebagai lembaga peradilan tertinggi untuk memperkuat kepercayaan publik dalam rangka mewujudkan badan peradilan yang agung, bermartabat, dan berwibawa.
Sebagai respons terhadap tantangan tersebut, Mahkamah Agung melalui Badan Peradilan Umum belum lama ini meluncurkan aplikasi E-Eksaminasi.
Aplikasi ini dirancang untuk melakukan eksaminasi terhadap putusan hakim di lingkungan peradilan umum.
Penting untuk ditegaskan, bahwa eksaminasi putusan hakim bukan merupakan bentuk intervensi terhadap independensi hakim, melainkan sebagai alat evaluasi kinerja, sekaligus sarana refleksi atas profesionalisme dan integritas hakim dalam menegakkan keadilan.
Hadirnya aplikasi E-Eksaminasi, diharapkan mampu memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan, khususnya peradilan umum.
Meskipun demikian, perlu ditekankan bahwa E-Eksaminasi bukanlah wadah untuk mengoreksi substansi pertimbangan hukum hakim.
Melainkan sebagai instrumen evaluatif terhadap kualitas penyusunan putusan, serta menjadi indikator bagi Badan Peradilan Umum dalam upaya peningkatan kapasitas dan profesionalisme hakim.
Eksaminasi putusan hakim, merupakan terobosan positif dalam sistem peradilan. Namun, pelaksanaannya harus dilandasi oleh indikator penilaian yang jelas dan dituangkan dalam suatu regulasi agar dapat menjadi pedoman baku.
Adapun, indikator yang semestinya digunakan dalam proses eksaminasi meliputi:
- Kesesuaian putusan dengan ketentuan hukum acara (pidana maupun perdata) yang berlaku.
- Kepatuhan terhadap struktur dan format penyusunan putusan sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 359/KMA/SK/XII/2022 tentang Template Putusan.
- Konsistensi antara fakta persidangan dan isi putusan hakim, khususnya kesesuaian dengan berita acara persidangan.
Sementara itu, untuk aspek substansi pertimbangan hukum, penulis berpendapat bahwa aspek ini sebaiknya tidak menjadi objek penilaian dalam eksaminasi. Hal ini sejalan dengan asas Res Judicata Pro Veritate Habetur yang menyatakan bahwa putusan hakim dianggap benar.
Penilaian terhadap benar atau kelirunya pertimbangan hukum, hanya dapat dilakukan melalui mekanisme upaya hukum.
Dengan demikian, independensi hakim dalam memutus perkara tetap terjaga dan terlindungi dari potensi intervensi, termasuk dari pihak internal lembaga peradilan itu sendiri.
Oleh karena itu, penulis berharap adanya regulasi yang secara jelas, mengatur tata cara pelaksanaan eksaminasi putusan hakim.
Regulasi tersebut idealnya memuat indikator penilaian, batasan-batasan dalam proses eksaminasi, serta larangan-larangan tertentu guna menjaga marwah dan independensi para hakim dalam menjalankan tugas konstitusionalnya.