Dalam Sehari, PN Gunung Sitoli Putus Perkara Pidana dan Perdata Lewat Jalur Damai

Dalam satu hari, pengadilan berhasil menyelesaikan dua perkara, satu pidana dan satu perdata, dengan cara damai.
Ilustrasi putusan pengadilan. Foto  Unsplash
Ilustrasi putusan pengadilan. Foto Unsplash

MARINews, Gunung Sitoli - Pengadilan Negeri (PN) Gunung Sitoli mencatat langkah penting dalam penerapan keadilan restoratif dan perdamaian perdata. Dalam satu hari, pengadilan berhasil menyelesaikan dua perkara, satu pidana dan satu perdata, dengan cara damai.

Perkara pertama yang diputus adalah perkara pidana dengan Nomor Register 108/Pid.Sus/2025/PN Gst. Majelis hakim yang diketuai Zulfadly, S.H., M.H. dengan anggota Hengky Alexander Yao, S.H., M.H. dan Binsar Parlindungan Tampubolon, S.H., menerapkan pendekatan keadilan restoratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Kasus bermula pada Januari 2025 ketika seorang anak korban mengalami kekerasan fisik oleh terdakwa. Berdasarkan keterangan, terdakwa menampar pipi kiri anak korban hingga menyebabkan luka memar. 

Terdakwa kemudian dijerat dengan Pasal 80 Ayat (1) Jo Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Namun sebelum perkara berlanjut ke tahap pembuktian, terdakwa dan keluarga korban sepakat untuk berdamai. 

Dalam surat perdamaian tertanggal 28 Agustus 2025, kedua pihak saling memaafkan dan menerima permintaan maaf yang disampaikan. Terdakwa juga telah memberikan biaya pengobatan sebesar Rp7,5 juta kepada keluarga korban.

Majelis hakim memastikan kesepakatan damai tersebut dicapai tanpa paksaan atau penipuan dari salah satu pihak dan telah dilaksanakan sepenuhnya oleh terdakwa. 

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 9 dan Pasal 19 Perma 1/2024, kesepakatan tersebut dijadikan alasan meringankan hukuman dan dasar pertimbangan untuk menjatuhkan pidana bersyarat.


Dengan demikian, hubungan sosial antara terdakwa dan keluarga korban yang sempat terganggu kini kembali pulih. Baik terdakwa maupun penuntut umum menerima putusan yang dijatuhkan majelis hakim tersebut.

Masih di hari yang sama, PN Gunung Sitoli juga menyidangkan perkara gugatan sederhana perdata dengan Nomor Register 12/Pdt.G.S/2025/PN Gst.

Dalam persidangan yang dipimpin hakim tunggal, penggugat dan tergugat sepakat mengakhiri sengketa melalui perdamaian. 

Sebelum sidang memasuki tahap pembuktian, para pihak menyampaikan bahwa mereka telah mencapai kesepakatan damai dan meminta agar surat perdamaian yang dibuat bersama dikuatkan dalam bentuk Akta Perdamaian.

Hakim kemudian mempedomani Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana yang telah diubah dengan Perma Nomor 4 Tahun 2019. 

Dalam aturan tersebut, hakim diwajibkan mengupayakan perdamaian dan mendorong para pihak untuk menyelesaikan sengketa di luar persidangan bila memungkinkan.

Kesepakatan tersebut kemudian dikuatkan dalam putusan pengadilan, menandai berakhirnya perkara secara damai tanpa proses panjang.

Keberhasilan PN Gunung Sitoli dalam menyelesaikan dua perkara dengan pendekatan damai menunjukkan bahwa peradilan kini tidak semata menjatuhkan hukuman atau menentukan pihak yang menang dan kalah. 

Pengadilan juga berperan sebagai penjaga harmoni sosial yang membawa penyelesaian secara adil, manusiawi, dan berkeadilan sosial.

Pendekatan keadilan restoratif dalam perkara pidana memberi ruang bagi pemulihan hubungan antara pelaku dan korban, sementara penyelesaian damai dalam perkara perdata membantu masyarakat mendapatkan kepastian hukum tanpa perlu proses panjang.

Melalui dua putusan ini, PN Gunung Sitoli memperlihatkan komitmen untuk menghadirkan peradilan yang berorientasi pada pemulihan dan perdamaian, sejalan dengan semangat reformasi peradilan yang tengah digalakkan Mahkamah Agung.

Penulis: Binsar Tampubolon
Editor: Tim MariNews