Majelis Hakim PN Dobo Terapkan Keadilan Restoratif dalam Tindak Pidana Penganiayaan

Terdakwa dan saksi korban membuat Surat Kesepakatan damai pada 30 April 2025 dan terdakwa memberikan uang sejumlah Rp500 .000 untuk membantu penggantian biaya pengobatan saksi korban yang diserahkan di depan persidangan.
Majelis Hakim PN Dobo terapkan keadilan restoratif dalam tindak pidana penganiayaan. Foto dokumentasi PN Dobo
Majelis Hakim PN Dobo terapkan keadilan restoratif dalam tindak pidana penganiayaan. Foto dokumentasi PN Dobo

MARINews, Dobo-Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Dobo yang memeriksa perkara pidana nomor 8/Pid.B/2025/PN Dob telah menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Yusuf Lokay Alias Ocep pada hari Kamis (15/5).

Terdakwa Yusuf Lokay Alias Ocep sebelumnya didakwa dengan Surat Dakwaan Penuntut Umum Nomor Reg. Perkara: PDM-04/Eoh.2/Dobo/2/2025 tanggal 10 Maret 2025, dengan dakwaan berbentuk tunggal melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana.

Dalam dakwaan penuntut umum, mendakwa terdakwa melakukan pemukulan punggung dengan menggunakan batang kayu sebanyak tiga kali terhadap saksi korban Risno Fatukaloba bertempat di Jalan depan Masjid Desa Gulili, Desa Gulili, Kecamatan Aru Tengah, Kabupaten Kepulauan Aru, akibat yang dilakukan terdakwa tersebut, saksi korban mengalami bengkak pada pinggang. Perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa akibat adanya kecemburuan dari terdakwa dengan melihat isi chat dari saksi korban kepada istri terdakwa yang mengajak selingkuh.

Pada awal persidangan, penuntut umum membacakan surat dakwaannya dan atas surat dakwaan tersebut terdakwa tidak mengajukan keberatan dan membenarkan seluruh dakwaan dari penuntut umum di depan persidangan. Selanjutnya Majelis Hakim yang diketuai oleh Jefry Roni Parulian Sitompul, S.H., dengan Hakim Anggota Achmad Fauzi Tilameo, S.H. dan Lukmen Yogie Sinaga, S.H., meminta penuntut umum untuk menghadirkan saksi-saksi dan saksi korban diperiksa pertama sekali.

Pada pemeriksaan saksi korban, Majelis Hakim memeriksa saksi korban dengan terlebih dahulu menanyakan mengenai kronologis kejadian, kerugian yang timbul, ada atau tidaknya perdamaian antara terdakwa dan saksi korban, dan terakhir menenai pelaksanaan kesepakatan atau perjanjian yang timbul dari perdamaian.

Di persidangan, setelah melihat dakwaan dan mendapatkan kesaksian dari saksi korban, Majelis Hakim sesuai ketentuan pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, dengan memperhatikan bahwa terpenuhinya salah satu dari kriteria yang diatur yaitu tindak pidana dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara dalam salah satu dakwaan, Majelis Hakim menerangkan mengenai penerapan keadilan restoratif kepada Saksi korban di persidangan, lalu atas pemahaman yang disampaikan tersebut saksi korban bersedia melaksanakan penerapan keadilan restoratif tersebut.

Majelis Hakim menanyakan mengenai ada atau tidaknya perdamaian yang telah terjadi dan saksi korban menegaskan belum ada perdamaian saksi korban dengan terdakwa, namun di persidangan saksi korban bersedia berdamai dengan terdakwa dengan meminta terdakwa memberikan ganti rugi untuk biaya pengobatan kepada saksi korban dan membuat surat pernyataan dan setelah memeriksa saksi korban, Majelis Hakim memerintahkan agar saksi korban/keluarga bersama-sama dengan terdakwa/keluarga membuat kesepakatan perdamaian.

Selanjutnya, terdakwa dan saksi korban membuat Surat Kesepakatan Damai tanggal 30 April 2025 dan terdakwa memberikan uang sejumlah Rp500 ribu untuk membantu penggantian biaya pengobatan saksi korban yang diserahkan di depan persidangan.

Penuntut umum menuntut terdakwa tersebut dengan tuntutan selama enam bulan penjara dan terdakwa mohon keringanan hukuman dengan alasan terdakwa sudah melakukan kesepakatan damai dengan saksi korban dan keluarganya dan mengganti uang kerugian atau bantuan biaya pengobatan yang telah disepakati bersama dihadapan Majelis Hakim dan Penuntut Umum.

Dalam pertimbangannya dikutip dalam putusannya, menyatakan “di persidangan terdakwa dan saksi Risno Fatukaloba telah sepakat untuk berdamai sebagaimana dituangkan dalam Surat Kesepakatan Damai tanggal 30 April 2025, serta terdakwa telah memberikan uang sejumlah Rp500 ribu untuk membantu penggantian biaya pengobatan saksi Risno Fatukaloba yang telah diserahkan pada persidangan 30 April 2025 dihadapan Majelis Hakim dan penuntut umum. Sekalipun hal tersebut tidak dapat menghilangkan atau menghapus sifat melawan hukum dari perbuatan pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa serta menghapuskan pertanggungjawaban pidana, namun hal tersebut perlu dipandang sebagai sarana dalam memulihkan dan mendatangkan rasa damai dalam hubungan antara terdakwa dengan saksi Risno Fatukaloba dan/atau keluarganya, sejalan dengan tujuan dari keadilan restoratif itu sendiri. Sehingga hal tersebut, haruslah dipandang sebagai suatu keadaan yang dapat meringankan dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa. Penjatuhan pidana terhadap terdakwa sebagaimana dalam amar putusan ini dianggap dapat memenuhi rasa keadilan baik bagi korban, terdakwa serta masyarakat maupun pencari keadilan dan pidana tersebut telah sepadan dengan kesalahan yang telah diperbuatnya, serta agar perbuatan terdakwa tersebut tidak akan terulang kembali dikemudian hari dan terdakwa dapat memperbaiki perbuatannya, maka kepada terdakwa perlu diterapkan pidana bersyarat,” papar Majelis Hakim.

Dengan mempertimbangkan hal-hal yang meringankan berupa perdamaian yang telah terjadi antara terdakwa dan saksi korban, dalam amar putusan, Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama enam bulan dengan masa percobaan selama satu tahun berakhir.

Dengan adanya putusan ini, kiranya terjadi pemulihan antara terdakwa/keluarga dengan saksi korban/terdakwa dan timbul dan terus berlangsung kedamaian di tengah-tengah masyarakat.

Penulis: Andy Narto Siltor
Editor: Tim MariNews