Menelaah Putusan Aktivis Lingkungan Daniel Frits: Bentuk Penerapan Anti-SLAPP

Mahkamah Agung RI telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.
Ilustrasi putusan hakim. Foto istockphoto.com
Ilustrasi putusan hakim. Foto istockphoto.com

Masyarakat Indonesia belum lama dihebohkan dengan adanya pagar laut seluas 30,16 km di wilayah perairan Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.

Pagar laut tersebut, berbentuk bambu yang ditancapkan ke dasar laut dengan tinggi enam meter. Adanya pemagaran laut tersebut, pertama kali disampaikan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten Eli Susiyanti pada 14 Agustus 2024.

Pemagaran laut Tangerang mendapatkan berbagai tanggapan atau kritik dari masyarakat dan para aktivis lingkungan hidup. Kritik berkaitan untuk melindungi ekosistem laut dan keberpihakan terhadap kegiatan nelayan di pesisir utara Kabupaten Tangerang.

Penyuaraan kegiatan yang tidak prolingkungan sebagaimana peristiwa pagar laut, bukanlah hal baru. Banyak aktivis dan lembaga swadaya masyarakat yang berfokus pada pelestarian lingkungan hidup, memprotes pembangunan yang tidak sustainable dengan lingkungan hidup karena tujuannya untuk melindungi lingkungan agar harmoni dan lestari. Suara lantang atas aktivitas yang tidak ramah lingkungan hidup tersebut, akan mendapat tantangan berupa laporan atau aduan hukum oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan terhadap suara yang membela kepentingan lingkungan hidup.

Namun, Pasal 66 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) memberikan perlindungan hukum kepada setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang layak dan sehat tidak dapat diproses hukum pidana, atau diajukan gugatan perdata.

Mahkamah Agung RI juga telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup sebagai beleid yang juga memberikan pedoman perlindungan masyarakat dari tuntutan pidana ataupun gugatan perdata saat memperjuangkan hak lingkungan hidup.

Perlindungan hukum tersebut dikenal dengan Anti-SLAPP (Anti Strategic Lawsuit Against Public Participation), khususnya Pasal 76 sampai 78 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.

Penerapan perlindungan hukum oleh lembaga peradilan terhadap masyarakat atau aktivis yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang layak (Anti-SLAPP), salah satunya diperlihatkan melalui putusan banding perkara Daniel Frits oleh Pengadilan Tinggi Semarang.

Daniel Frits adalah seorang akademisi dan aktivis lingkungan hidup yang mengkritisi limbah akibat kegiatan tambak udang di Kepulauan Karimunjawa, Provinsi Jawa Tengah, melalui kanal sosial media Facebook pada 12 November 2022. Postingannya di Facebook tersebut, membawa Daniel Frits pada proses hukum yang mendapatkan perhatian publik secara luas. 

Selanjutnya, Penulis akan mengulas pertimbangan hukum putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Semarang Nomor 374/PidSus/2024/ PT Smg yang memeriksa dan mengadili Daniel Frits. Atas putusan Pengadilan Tinggi Semarang yang diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum pada 21 Mei 2024, Daniel Frits dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van rechtsvervolging)

Pertimbangan Hukum Putusan Banding Daniel Frits

Pada proses persidangan pidana tingkat pertama, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jepara yang mengadili dan memeriksa Daniel Frits sebagaimana register perkara Nomor 14/Pid.Sus/2024/PN Jpa menyatakan, Daniel Frits terbukti melakukan tindak pidana tanpa hak menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian terhadap kelompok masyarakat tertentu, berdasarkan SARA dan dihukum pidana penjara selama tujuh bulan serta denda sejumlah Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Dengan ketentuan, bilamana denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan.

Atas putusan Pengadilan Negeri Jepara dimaksud, Daniel Frits dan Penasihat Hukumnya, mengajukan banding yang teregister di Pengadilan Tinggi Semarang dengan Nomor 374/PidSus/2024/PT Smg.

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Semarang yang mengadili Daniel Frits, diketuai Suko Priyowidodo, S.H. dengan didampingi Prim Fahrur Razi, S.H., M.H. dan Winarto, S.H. masing-masing sebagai Hakim Anggota, kemudian melakukan pemeriksaan ulang pada perkara Daniel Frits.

Dalam pertimbangan putusannya, Majelis Hakim tingkat banding tersebut sependapat dengan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jepara yang menyatakan bahwa Daniel Frits adalah aktivis lingkungan hidup di Kepulauan Karimunjawa. Hal ini, berdasarkan pada keterangan saksi dan alat bukti yang telah disampaikan pada persidangan tingkat pertama. 

Selanjutnya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Semarang, mempertimbangkan apakah ketentuan Anti-SLAPP dapat diterapkan terhadap diri Daniel Frits.

Kemudian, diuraikan ketentuan Pasal 66 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) yang menerangkan “setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana, maupun digugat secara perdata”. 

Selain itu, dijelaskan juga berdasarkan Pasal 77 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup menjelaskan “Dalam hal setelah memeriksa pokok perkara, hakim menyimpulkan bahwa perbuatan yang didakwakan penuntut umum terbukti, tetapi terdakwa terbukti pula sebagai pejuang hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, hakim menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum.”

Majelis Hakim Tingkat Banding juga mencermati ketentuan Pasal 78 Ayat 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup, yang menjelaskan “perjuangan untuk mewujudkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dan 2 dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku, kecuali tidak ada alternatif lain atau pilihan tindakan lain selain perbuatan yang telah dilakukan; dan perbuatan dilakukan dalam melindungi kepentingan hukum yang lebih besar atas kepentingan masyarakat luas.” 

Sesuai fakta persidangan yang didasarkan keterangan saksi, ahli, Terdakwa dan surat-surat yang diajukan Penuntut Umum serta Penasihat Hukum Terdakwa (Daniel Frits) yang saling bersesuaian, diperoleh fakta adanya kerusakan Pantai Cemara, di Kepulauan Karimunjawa akibat usaha tambak udang.

Selain itu, Daniel Frits merupakan pengurus Kawali yang berfokus pada pelestarian lingkungan hidup. Juga terlibat dalam berbagai kegiatan yang menyangkut lingkungan hidup yang baik dan sehat sejak 2021. 

Maka, postingan Daniel Frits mengkritik masyarakat Karimunjawa yang proterhadap tambak udang saat menanggapi postingan dirinya mengenai kondisi pantai Cemara Kepulauan Karimunjawa di akun Facebook miliknya pada November 2022, akan tetapi tidak memperhatikan pelestarian lingkungan hidup dengan menyampaikan “masyarakat otak udang, menikmati makan udang gratis sambil dimakan petambak, intine sih masyarakat otak udang itu kayak ternak udang itu sendiri dipakani enak, banyak & teratur untuk dipangan”, dinilai Majelis Hakim, tidak terlepas dari pemikiran dan sikap Daniel Frits sebagai pengurus Kawal yang aktif melakukan pencegahan, penanggulangan, dan penindakan atas terjadinya kerusakan lingkungan hidup. 

Selain itu, Daniel Frits merupakan pemerhati lingkungan hidup yang mempunyai hak atas lingkungan baik dan sehat di Kepulauan Karimunjawa yang sebelumnya telah dicemari tambak udang sesuai fakta persidangan. Sehingga, postingan Daniel Frits tersebut, dilatarbelakangi jiwa pejuang lingkungan dan sebagai bentuk protes menggunakan rangkaian kalimat satir atau sindiran melalui media sosial serta dapat ditarik kesimpulan tidaklah dimaksudkan untuk menyebarkan kebencian. 

Namun, faktanya masyarakat Kepulauan Karimunjawa telah terbagi dua kelompok yakni, pro ataupun kontra terhadap tambak udang, sebagaimana juga telah disampaikan Daniel Frits pada postingan di akun Facebook miliknya, sebelum konten postingan Facebook dipermasalahkan secara hukum oleh pelapor. 

Maka, Majelis Hakim berpendapat, terdapat masyarakat in casu pelapor yang merasakan kebencian akibat postingan Daniel Frits, tetapi tujuan Daniel Frits untuk kepentingan lebih besar. Yakni, demi mencegah rusaknya lingkungan hidup Kepulauan Karimunjawa secara meluas, yang mana merupakan surga wisata bahari. Demikian juga berkontribusi menjaga lingkungan nasional ataupun global. 

Sehingga Majellis Hakim mendapatkan kesimpulan, postingan Daniel Frits telah memenuhi unsur perbuatan pidana tanpa hak menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian terhadap kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA, namun aktivitas Daniel Frits sebagai aktivis lingkungan hidup ditujukan untuk kepentingan lebih besar menjaga lingkungan hidup yang baik dan sehat secara khusus di Karimunjawa.

Dengan demikian perbuatan Anti-SLAPP sesuai Pasal 66 UU PPLH dan Pasal 77 Perma Nomor 1 Tahun 2023 dapat diterapkan pada Daniel Frits. Sehingga, Majelis Hakim berpendapat Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jepara Nomor 14/Pid.Sus/2024/PN Jpa tanggal 4 April 2024 dibatalkan dan melepaskan Daniel Frits dari segala tuntutan hukum.

Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor 374/PidSus/2024/PT Smg, yang melepaskan aktivis lingkungan Daniel Frits dari segala tuntutan hukum telah dikuatkan Mahkamah Agung RI dalam Putusan Kasasi Nomor 6459 K/Pid.Sus/2024 tertanggal 2 Oktober 2024 yang diketuai Hakim Agung YM. Dwiarso Budi Santiarto, S.H., M.Hum. dengan didampingi Hakim Agung YM. Ainal Mardhiah, S.H. M.H. dan YM. Sutarjo, S.H., M.H.

Penulis: Adji Prakoso
Editor: Tim MariNews