Perisai Badilum: Tinjauan Pembaharuan KUHAP, Das Sollen Peran Pengadilan Dalam Sistem Peradilan Pidana

Mahkamah Agung terus memberikan pemahaman kepada hakim se-Indonesia dalam menerapkan KUHAP baru
Dirjen Badilum bersama dengan Narasumber Kegiatan Perisai Badilum. | Foto: TimMARINews
Dirjen Badilum bersama dengan Narasumber Kegiatan Perisai Badilum. | Foto: TimMARINews

MARINews, Jakarta - Mahkamah Agung melalui Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Ditjen Badilum) melaksanakan Pertemuan Rutin Sarasehan Interaktif Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Perisai Badilum), pada Selasa (2/12).

Pertemuan itu, dilaksanakan di Command Center Ditjen Badilum dan secara daring melalui zoom diikuti peserta dari masing-masing pengadilan di seluruh Indonesia.

Perisai Badilum merupakan kegiatan diskusi rutin yang dilaksanakan oleh Ditjen Badilum, dengan peserta dari hakim dan tenaga teknis pada peradilan umum seluruh Indonesia, pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding, dengan topik “Tinjauan Pembaharuan KUHAP: Das Sollen Peran Pengadilan Dalam Sistem Peradilan Pidana”.

Perisai Badilum kali ini membahas mengenai KUHAP, yang baru-baru ini diketok dan disetujui oleh DPR RI dan akan berlaku kedepannya bersama-sama dengan pelaksanaan ketentuan pidana baru yang diatur dalam KUHP Nasional.

Perisai Badilum episode keduabelas ini, dipandu oleh moderator Dodik Setyo Wijayanto, S.H. (Hakim Yustisial MA-RI).

Adapun yang menjadi narasumber pada kegiatan penting ini, adalah Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej., S.H., M.Hum. (Wakil Menteri Hukum) yang membahas secara teknis mengenai pembentukan KUHAP dan Dr. Prim Haryadi., S.H., M.H. (Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung RI).

Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka mendorong budaya berdiskusi dan berpikir kritis ilmiah para hakim dan tenaga teknis di lingkungan peradilan umum.

Hal ini, dengan mengangkat tema-tema yang berkaitan dengan permasalahan dalam praktik peradilan, terkhusus peradilan umum.

Kegiatan Perisai Badilum dibuka langsung oleh Dirjen Badilum Bambang Myanto, S.H., M.H., dan dihadiri pula oleh Dirganis Badilum Hasanudin, S.H., M.H. dan Dirpapu Badilum Zahlisa Vitalita, S. H., M. H.

Dalam sambutannya, Dirjen Badilum menyampaikan, kegiatan Perisai Badilum ini dilaksanakan, karena KUHAP yang baru disahkan pada 18 November 2025 dan akan diberlakukan pada 2 Januari 2026 bersama-sama dengan KUHP Nasional.

Sehingga, Hakim dan tenaga teknis peradilan perlu memahami bagaimana teknis “membunyikan” dalam putusan ketentuan dalam KUHAP yang baru, agar dapat menyesuaikan ketentuan yang ada dalam KUHAP baru tersebut.

“Harapannya akan ada solusi atas permasalahan KUHAP yang baru disahkan”, ungkap Bambang Myanto saat sambutannya.

KUHAP tahun 1981 merupakan karya agung dan karya terbaik anak bangsa yang pernah dibuat mengenai ketentuan hukum acara pidana, namun KUHAP baru diharapkan menjadi penyeimbang dalam SPPT (Sistem Peradilan Pidana Terpadu) antara penyidik, penuntut, advokat dan hakim.

Setelah kegiatan dibuka, moderator memandu acara dengan mengawali memperkenalkan narasumber dan dilanjutkan dengan pemaparan materi dari narasumber.

Awal pemaparan, Prof. Eddy menyampaikan bahwa tingkat penyusunan KUHAP merupakan undang-undang yang paling sulit, namun lebih mudah karena adanya tim 12 dalam penyusunan KUHAP tersebut.

Selanjutnya disampaikan, Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) menjadi salah satu bahan dalam mempersiapkan pembentukan KUHAP baru.

Harapannya, KUHAP baru segera mendapatkan nomor peraturan perundang-undangan.

“Kemungkinan KUHAP Nomor 20 Tahun 2025 sedang minta (red: dapat nomor) di Sesneg”, imbuhnya.

KUHAP baru memperhatikan perlindungan hak asasi manusia (HAM) dan mewajibkan penegak hukum mematuhi perlindungan HAM dalam melaksanakan hukum acara.

KUHAP yang baru banyak memiliki kebaharuan, salah satunya mengenai upaya paksa, kewenangan pra peradilan yang diperluas, kewenangan penegak hukum yang diperketat dan interpretasi hukum acara pidana harus jelas dan ketat.

Kiranya dengan adanya Perisai Badilum memberikan wawasan yang luas bagi hakim dan tenaga teknis peradilan umum dalam pelaksanaan KUHAP.

Sehingga, tidak ada kesalahpahaman antara penegak hukum dan hasil putusan yang diberikan kepada pelaku tindak pidana merupakan putusan yang adil dan dihargai oleh masyarakat.

Mahkamah Agung terus memberikan pemahaman kepada hakim se-Indonesia dalam menerapkan KUHAP baru, sebagaimana kegiatan diskusi Persia Badilum ini.

Karena hakim yang memahami ketentuan akan menghasilkan putusan yang adil dan memberi manfaat dalam terciptanya keharmonisan di masyarakat.

Sampai saat berita ini dirilis, kegiatan masih berlangsung dengan pemaparan lanjutan dari Dr. Prim Haryadi., S.H., M.H. mengenai teknis penerapan KUHAP.

Penulis: Andy Narto Siltor
Editor: Tim MariNews