PN Kota Agung Vonis 15 Tahun Penjara Pelaku Persetubuhan

Vonis ini lebih berat dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang sebelumnya menuntut Terdakwa selama 14 tahun.
Gedung Pengadilan Negeri Kota Agung. Foto : Dokumentasi Pribadi
Gedung Pengadilan Negeri Kota Agung. Foto : Dokumentasi Pribadi

MARINews, Kota Agung - Pengadilan Negeri (PN) Kota Agung menjatuhkan hukuman penjara paling tinggi kepada Terdakwa JR (31), warga Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung.

“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda sejumlah Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan”, ucap Ketua Majelis Hakim, R. Guntar A. Sudjata dengan didampingi Rizki Ananda N dan Adhitia Brama Pamungkas (masing-masing Hakim Anggota) pada sidang pembacaan putusan, Selasa (07/10) di Ruang Sidang Kartika, Gedung PN Kota Agung.

Majelis Hakim menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak kekerasan, serta ancaman kekerasan yang memaksa korban, seorang anak berusia 14 tahun untuk melakukan persetubuhan.

Vonis ini lebih berat dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang sebelumnya menuntut Terdakwa selama 14 tahun. 

Terdakwa dinyatakan melanggar Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 sebagai perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, jo. Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 

Ketentuan pasal tersebut, mengatur ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat meringankan hukuman Terdakwa. 

Sebaliknya, terdapat beberapa keadaan yang memberatkan, diantaranya perbuatan Terdakwa telah menimbulkan trauma dan kerusakan psikologis pada Anak Korban, merusak masa depan korban, serta dilakukan secara berulang kali.

Majelis juga menekankan, Terdakwa adalah ayah tiri dari korban yang semestinya melindungi, menjaga keselamatan, dan menjamin kesejahteraan korban, meskipun pernikahan dengan ibu korban dilakukan secara siri.

Usai putusan dibacakan, baik Terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum menyatakan akan menggunakan hak untuk berpikir terlebih dahulu, sebelum menyampaikan sikap menerima atau mengajukan upaya hukum atas putusan tersebut.