MARINews, Jakarta-Pengadilan Tinggi Surabaya, sebagai salah satu pengadilan tingkat banding tertua di Indonesia dan membawahi puluhan satuan kerja pengadilan tingkat pertama di wilayah hukumnya, selalu menjadi rujukan berbagai penelitian yang dilakukan internal Mahkamah Agung RI, instansi pemerintah lainnya atau akademisi.
Salah satunya, tim peneliti dari Pusat Strategi Kebijakan (Pustrajak) Mahkamah Agung RI, yang berkunjung guna melakukan diskusi dan pengambilan data di Pengadilan Tinggi Surabaya, Selasa (6/8).
Tim Peneliti Pustrajak MA RI tersebut, mendiskusikan, dan meminta masukan mengenai penyusunan naskah urgensi penyusunan kajian komperatif Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim dan Rancangan Undang-Undang Contempt of Court: Implikasi Terhadap Reformasi Kelembagaan dan Independensi Peradilan.
Peneliti yang hadir di Pengadilan Tinggi Surabaya, dipimpin oleh Iyus Suryana, Sekretaris Kepaniteraan MA RI. Sedangkan Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya, H. Charis Mardiyanto, S.H., M.H., memimpin langsung diskusi intensif tersebut.
Kegiatan diskusi dengan Tim Pustrajak MA RI, dihadiri juga Wakil Ketua PT Surabaya Puji Harian, S.H., M.Hum, Hakim Tinggi dan Jubir PT Surabaya Bambang Kustopo, S.H., M.H., beberapa Hakim Tinggi lainnya, panitera dan Sekretaris PT Surabaya.
Kegiatan tersebut, membahas beberapa hal penting seperti penegasan kembali profesi hakim selaku pejabat negara, dengan berbagai implikasinya dan penanggalan atribut pegawai negeri sipil, yang masih melekat hingga saat ini, di diri seorang hakim.
Dalam diskusi, dibahas juga mengenai batas usia pensiun, sistem penggajian hakim dan hak pensiun para hakim, setelah purnabakti sebagai pejabat negara, yang seharusnya berbeda dengan pegawai negeri sipil, yang hingga kini masih melekat pada profesi hakim.
Sedangkan untuk naskah urgensi Rancangan Undang-Undang Contempt of Court, beberapa hal penting menjadi materi diskusi, antara lain perluasan pengaturan protokoler persidangan, uraian perbuatan yang terkualifikasi sebagai tindakan yang menghina atau tidak menghormati persidangan dan penegasan hukuman administratif, selain pemidanaan bagi para pelaku contempt of court.
Hukuman administratif yang melanggar ketentuan contempt of court, dapat diperuntukan kepada advokat, penuntut umum ataupun masyarakat pengunjung persidangan.
"Semoga dengan diskusi dan beragam saran dari keluarga besar Pengadilan Tinggi Surabaya, dapat memberikan kontribusi positif dalam penyusunan naskah urgensi Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim dan Rancangan Undang-Undang Contempt of Court: Implikasi Terhadap Reformasi Kelembagaan dan Independensi Peradilan, ungkap Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya.
Kegiatan penelitian diakhiri dengan ramah tamah dan foto bersama antara jajaran Pengadilan Tinggi Surabaya dan Tim Peneliti Pustrajak MA RI.