Usai dari Tembok Besar China, rombongan Studi Strategis Luar Negeri (SSLN) Lemhannas RI Angkatan XXVI diajak makan siang di sebuah restoran khas Xinjiang yang cukup terkenal di Beijing.
Dari luar, tampilannya sederhana, tetapi aroma rempah yang menguar dari dapur langsung menggoda selera.
Di depan pintu terpampang papan besar bertuliskan “劳道新疆味” (Laodao Xinjiang Wei), yang berarti Cita Rasa Asli Xinjiang.
Restoran ini bernama Barhon Rozi Restaurant, tempat yang menyajikan kuliner dari wilayah barat Tiongkok yang kaya rasa dan penuh sejarah.
Menu andalannya antara lain roti isi daging kambing (和田烤包子) dan nasi briyani khas Xinjiang dengan potongan besar daging domba berbumbu kuat.
Perpaduan aroma jintan, lada, dan bawang panggang membuat suasana dingin Beijing terasa hangat seketika.
Namun siang itu saya tidak ikut makan bersama rombongan, karena kebetulan sedang menjalankan puasa Senin–Kamis.
Saya gunakan waktu tersebut untuk berganti pakaian mengenakan jas, lalu menunaikan salat Zuhur dan Asar secara jama‘ takdim.
Yang membuat saya terharu, pelayan restoran dengan sigap menyiapkan sajadah di sebuah ruangan yang tenang.
Saya sempat berbincang sejenak, dan ternyata mereka semua juga beragama Islam.
Wajah mereka tampak berseri saat tahu ada tamu dari Indonesia yang berpuasa di tengah musim dingin Beijing.
Salah seorang pelayan berkata dengan bahasa Inggris sederhana sambil tersenyum:
“We are Muslims too. Please, take your time to pray.”
Sebuah momen kecil, tetapi meninggalkan kesan mendalam — bahwa iman dan salam bisa menjadi jembatan persaudaraan lintas bangsa.

Kunjungan ke Beifang, Menyimak Semangat Inovasi Industri China
Setelah makan siang, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Beifang Automotive Education Group, salah satu institusi unggulan dalam bidang pendidikan vokasi otomotif di Tiongkok.
Perjalanan sekitar 45 menit menuju kawasan industri di pinggiran kota Beijing terasa tertib dan efisien, mencerminkan disiplin masyarakat urban Tiongkok.
Setibanya di kompleks Beifang, rombongan disambut oleh Mr. Chao, pimpinan lembaga yang energik dan berpikiran maju.
Dalam paparannya, Mr. Chao menjelaskan perjalanan Beifang dari lembaga kecil menjadi pusat pendidikan vokasi berstandar internasional yang kini bermitra dengan industri otomotif terkemuka di dunia.
“Di China, keberhasilan bukan hanya soal ide besar,” ujar Mr. Chao melalui penerjemah, “tapi tentang bagaimana ide itu dijalankan dengan konsisten setiap hari.”
Kalimat itu seolah merangkum etos kerja bangsa Tiongkok: disiplin, tekun, dan fokus pada hasil nyata.

Belajar dari Rekayasa Balik
Di ruang pamer Beifang, kami menyaksikan bagaimana proses pembelajaran teknik otomotif dilakukan secara langsung.
Berbagai model mobil dari merek internasional tampak dibongkar secara sistematis, setiap komponen mesin, sistem kelistrikan, dan rangka bodi dipelajari hingga detail terkecil.
Inilah yang disebut “reverse engineering” atau rekayasa balik, metode yang digunakan untuk memahami teknologi impor, kemudian dikembangkan ulang sesuai kebutuhan lokal.
Dari proses ini lahir produk-produk otomotif Tiongkok yang efisien, kompetitif, dan mandiri secara teknologi.
Makan Malam dan Obrolan Sepanjang Jalan Pulang
Dari Beifang, rombongan diajak makan malam di sebuah restoran halal khas Xinjiang di kawasan kota Beijing.
Dari luar, tampak lampu berwarna keemasan menerangi papan bertuliskan “新疆美食” (Xinjiang Mei Shi), Makanan Khas Xinjiang, dengan logo “Halal” di bagian atasnya.
Suasana hangat terpancar sejak melangkah masuk. Aroma daging panggang dan roti nan yang baru keluar dari tungku berpadu dengan cahaya lembut lampu gantung.
Malam itu menjadi penutup sempurna dari hari penuh pembelajaran dan refleksi.
Dalam perjalanan pulang ke hotel, suasana bus dipenuhi tawa dan cerita ringan.
Dedi Sumardi Nurdin, S.K.M., M.M., Tokoh Muda Masyarakat Aceh, berbagi pengamatannya,
“Menarik sekali, para pelayan di restoran tadi berpakaian sangat sopan dan rapi, padahal mereka bukan Muslim. Ini bukti bahwa nilai kesopanan bisa hidup jadi budaya, bukan sekadar aturan agama.”
Menimpali dengan jenaka, Brigjen Pol Didi Hayamansyah, S.H., S.I.K., M.H., Dosen Kepolisian Utama Tk. II Akpol Lemdiklat Polri, berkata,
“Kalau Beifang bisa membuat mesin otomotif secanggih itu, gimana kalau mereka bikin mesin uang saja, tentu saja uangnya bukan palsu!”
Canda itu disambut tawa hangat seluruh peserta, menutup hari dengan semangat dan persahabatan yang tulus.
Refleksi Hari Kedua
Hari kedua SSLN Lemhannas RI di Beijing meninggalkan kesan mendalam.
Dari restoran sederhana di sudut kota hingga laboratorium otomotif berteknologi tinggi, kami belajar bahwa iman, budaya, dan ilmu pengetahuan dapat berjalan beriringan membentuk karakter bangsa yang tangguh.
Di restoran Xinjiang, kami merasakan kehangatan iman yang menembus batas negara.
Di Beifang, kami melihat bagaimana semangat belajar dan inovasi dijalankan secara nyata, bukan sebagai slogan, tetapi budaya kerja.
Dan di perjalanan pulang, tawa ringan para peserta menjadi cerminan kebersamaan dan semangat belajar yang hangat.
Tiga pengalaman berbeda, namun satu pesan yang sama: bahwa kemajuan lahir dari ketulusan dan ketekunan, baik dalam beribadah, bekerja, maupun membangun masa depan bangsa.





