Review Film Paths of Glory (1957): Disaat Keadilan Tampak Sebagai Ilusi Belaka

Paths of Glory adalah sebuah pengingat keras bahwa dalam perang, bukan hanya peluru dan bom yang membunuh, tetapi juga ketamakan, kepentingan politik, dan kurangnya rasa kemanusiaan dari para pemimpin.
Poster film Paths of Glory. Foto criterion.com
Poster film Paths of Glory. Foto criterion.com

Sinopsis

Film Paths of Glory (1957) yang disutradarai oleh Stanley Kubrick adalah sebuah mahakarya sinematik yang menggambarkan absurditas perang, ketidakadilan dalam militer, dan kesewenang-wenangan para pemimpin dalam membuat keputusan yang mengorbankan nyawa prajurit mereka.

Film ini diadaptasi dari novel karya Humphrey Cobb dan dibintangi oleh Kirk Douglas sebagai Kolonel Dax, seorang perwira Prancis yang menghadapi dilema moral di tengah kebrutalan Perang Dunia I.

Analisis dan Kritik

Stanley Kubrick menampilkan perang bukan sebagai ajang kepahlawanan, tetapi sebagai pertunjukan kegagalan manusia yang dipenuhi dengan absurditas, egoisme, dan ketidakadilan.

Melalui karakter Jenderal Mireau dan Broulard, film ini mengekspos kepemimpinan militer yang sering kali hanya mementingkan ambisi pribadi dan mengorbankan kehidupan para prajurit bawahan mereka.

Kirk Douglas tampil luar biasa sebagai Kolonel Dax, seorang pemimpin yang penuh integritas tetapi terjebak dalam sistem yang bobrok. Aktingnya menggambarkan kemarahan, frustrasi, dan ketidakberdayaan seorang pria yang berusaha menegakkan keadilan di dunia yang tidak mengenal moralitas.

Walaupun pewarnaan dalam film ini masih hitam putih, namun visual dalam film ini sangat memukau. Kubrick menggunakan teknik sinematografi yang kuat, terutama dalam adegan serangan di medan perang dan pengadilan militer yang penuh ketegangan. Penggunaan cahaya dan bayangan juga membantu mempertegas kontras antara kemegahan para petinggi militer di istana mereka dengan penderitaan para prajurit di parit yang gelap dan kotor.

Plot Singkat

Berlatar 1916 selama Perang Dunia I, film ini berfokus pada upaya pasukan Prancis untuk merebut posisi pertahanan Jerman yang dikenal sebagai The Anthill. Jenderal Prancis, Georges Broulard (Adolphe Menjou), memerintahkan Jenderal Paul Mireau (George Macready) untuk melancarkan serangan yang sebenarnya mustahil untuk dimenangkan.

Meski menyadari bahwa misi ini akan membawa kehancuran bagi tentaranya, Mireau tetap menerima perintah tersebut karena janji promosi pangkat yang menggiurkan.

Saat serangan berlangsung, seperti yang telah diprediksi, pasukan Prancis mengalami kekalahan telak. Namun, alih-alih mengakui kesalahan strategi mereka, para petinggi militer justru mencari kambing hitam. Mireau, yang marah karena kegagalan tersebut, menuduh para prajuritnya sebagai pengecut dan memerintahkan eksekusi terhadap tiga prajurit sebagai bentuk hukuman dan contoh bagi yang lain.

Adegan persidangan dalam Paths of Glory adalah salah satu momen paling mengerikan dalam film ini, di mana keadilan tampak sebagai ilusi belaka.

Kolonel Dax, yang sebelumnya adalah seorang pengacara sipil, dengan gigih membela ketiga tentara tersebut di hadapan pengadilan militer. Namun, persidangan sudah dikondisikan untuk menghasilkan vonis bersalah sejak awal. Peradilan itu hanya sandiwara belaka, di mana keadilan sudah dikorbankan demi kepentingan ego para jenderal. Akhirnya, ketiga prajurit itu dihukum mati tanpa alasan yang adil, menggambarkan betapa kejamnya sistem militer yang lebih mementingkan citra daripada kemanusiaan.

Persidangan dalam Paths of Glory berlangsung dengan penuh ketidakadilan, di mana tidak ada bukti konkret yang menunjukkan bahwa ketiga terdakwa melakukan tindakan pengecut, karena mereka sebenarnya hanyalah korban dari strategi perang yang gagal.

Proses pengadilan pun berlangsung berat sebelah, tanpa catatan resmi atau bukti yang mendukung klaim mereka, sementara pengadilan dengan jelas berpihak pada Jenderal Mireau dan otoritas militer. Meskipun Kolonel Dax memberikan pembelaan yang kuat, vonis bersalah telah ditetapkan sejak awal, menjadikan ketiga tentara tersebut sebagai kambing hitam untuk menutupi kegagalan komando tinggi.

Pada akhirnya, ketiga tentara tersebut divonis bersalah dan dihukum mati dengan cara ditembak oleh regu tembak.

Klimaks dan Penyelesaian

Setelah eksekusi berlangsung, Kolonel Dax menemukan bahwa Jenderal Mireau sebenarnya telah memerintahkan artileri untuk menembaki tentaranya sendiri selama serangan gagal di Bukit Ant Hill. Dax berusaha mengungkap kejahatan ini, dan akhirnya Mireau dicopot dari jabatannya, namun keadilan sejati tidak pernah benar-benar ditegakkan.

Film diakhiri dengan adegan yang memilukan, di mana tentara-tentara yang selamat berkumpul di sebuah bar dan menyanyikan lagu dengan penuh emosi, seolah mereka menyadari betapa mereka hanyalah pion dalam permainan kekuasaan militer.

Kesimpulan

Paths of Glory adalah sebuah pengingat keras bahwa dalam perang, bukan hanya peluru dan bom yang membunuh, tetapi juga ketamakan, kepentingan politik, dan kurangnya rasa kemanusiaan dari para pemimpin. Film ini menggugah emosi dan membuat penontonnya bertanya-tanya: Apakah dalam peperangan, keadilan benar-benar ada?

Dengan narasi yang kuat, akting yang luar biasa, dan penyutradaraan yang brilian, Paths of Glory tetap menjadi salah satu film antiperang terbaik sepanjang masa. Kubrick tidak hanya menciptakan film perang, tetapi juga kritik sosial yang relevan hingga saat ini.

Penulis: Rafi Maulana
Editor: Tim MariNews