MARINews, Pelalawan-Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan berhasil mencapai kesepakatan dalam musyawarah diversi dalam perkara nomor 6/Pid.Sus-Anak/2025/PN Plw dengan pelaku berinisial ZTR.
Kesepakatan dalam diversi tercapai pada Rabu (20/8) di ruang diversi PN Pelalawan dengan dibantu oleh hakim sebagai fasilitator yakni Inggit Suci Pratiwi, S.H., M.H. Musyawarah diversi ini dapat berlangsung dengan baik dengan keterlibatan anak sebagai pelaku yang didampingi orang tuanya, korban, Sukma Apyanda, S.H., M.H., Pembimbing Kemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Kelas I Pekanbaru, Yuni Sudinya, S.Sos, Pekerja Sosial profesional pada Dinas Sosial, Yohana Natania Br Sianipar, S.H., penuntut umum serta, Andani Kusuma sebagai perwakilan masyarakat.
Perkara ini bermula ketika ZTR yang sedang mengikuti kegiatan bazar sekolah yang diadakan di Gedung Daerah Kabupaten Pelalawan meminjam sepeda motor Honda Beat Street kepada anak saksi dengan inisial SA untuk pergi membeli gula pasir guna keperluan kelompok dalam bazar sekolah tersebut.
ZTR mengendarai sepeda motor melewati jalan di area permukiman dengan tergesa-gesa. Saat itu, korban yang mengendarai sepeda motor Honda Scoopy bergerak dari arah yang sama. Korban sudah menyalakan lampu sein dan berada sekitar 25 meter di depan ZTR.
Ketika korban berbelok ke kanan dengan jarak sekitar 20 meter dari ZTR, ZTR yang melaju dengan kecepatan sekitar 40 km/jam berusaha mendahului korban melalui sisi kanan. Namun, karena posisi korban sudah berbelok, ZTR menabrak bagian samping belakang kanan motor korban. Akibatnya, kedua kendaraan saling menempel hingga keduanya terjatuh.
Korban tertimpa sepeda motornya dan mengalami luka serius berupa bengkak pada paha. Berdasarkan hasil pemeriksaan medis, korban mengalami patah tulang paha kiri sehingga harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Atas perbuatannya, penuntut umum mendakwa ZTR berdasarkan:
- Pasal 310 Ayat (3) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan jo. UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
- Subsidair Pasal 310 Ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009 jo. UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Dalam musyawarah diversi, ayah ZTR menyampaikan permohonan maaf kepada korban:
“Saya memohon maaf kepada korban atas perbuatan anak saya yang menyebabkan korban mengalami patah tulang paha kiri serta kelalaian saya dalam mengawasi anak saya. Saya berjanji akan meningkatkan pengawasan agar hal ini tidak terulang kembali,” ucapnya.
Dengan fasilitasi dari pihak terkait, musyawarah diversi menghasilkan beberapa kesepakatan yakni:
- ZTR dan orang tuanya menyampaikan permohonan maaf kepada korban.
- ZTR berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
- Orang tua ZTR berjanji akan lebih mengawasi anaknya.
- Korban memaafkan ZTR dan tidak melanjutkan proses hukum dengan syarat pelaku tidak mengulangi perbuatan melawan hukum.
- Orang tua ZTR bersedia menanggung biaya pengobatan korban sebesar Rp16.000.000. Ganti rugi ini telah dibayarkan pada 21 Agustus 2025.
Dengan adanya penyelesaian ini, proses persidangan terhadap perkara ZTR dinyatakan selesai.
Kasus ZTR menjadi contoh penerapan keadilan restoratif dalam perkara pidana anak. Pendekatan ini menekankan pada pemulihan korban sekaligus memberi kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki diri.
Tujuannya bukan semata menghukum, melainkan mengembalikan anak ke lingkungan masyarakat dengan lebih baik. Oleh karena itu, dalam perkara pidana anak, pidana penjara adalah upaya terakhir yang hanya digunakan bila alternatif lain tidak berhasil.