Pengadilan menghadapi tantangan baru dalam mengkualifikasikan aset digital. Perlu ditelusuri apakah aset tersebut memiliki nilai ekonomi, dapat dialihkan kepemilikannya, dan dapat dibuktikan keberadaannya secara hukum.
Jika mental terjaga, maka putusan yang lahir pun lebih reflektif, empatik, dan legitimate. Pada akhirnya, keadilan yang sehat bermula dari hakim yang sehat pula.
Salah satu fenomena yang semakin sering muncul adalah gugatan akibat pencemaran nama baik atau kerugian yang ditimbulkan oleh unggahan konten digital-baik yang dilakukan influencer maupun netizen biasa.
Ketika terjadi konflik dalam tubuh partai atau antara partai dengan lembaga negara lain, penyelesaian hukum harus berpijak pada asas due process of law, bukan opini publik atau tekanan massa.
Dengan kesiapan semua pihak, sengketa beras oplosan dapat diselesaikan dengan baik, menciptakan keadilan bagi masyarakat dan kepastian hukum bagi pelaku usaha.
Para hakim dituntut untuk bersikap adil, tak tergoda sorotan kamera atau opini viral. Perlu dikembangkan kebijakan teknis agar proses siaran langsung memiliki batas yang jelas.
Peran hakim dalam menafsirkan dan menerapkan UU TPKS menjadi sangat penting. Sensitivitas terhadap isu gender menjadi hal yang krusial. Hakim dituntut untuk mampu memahami konteks sosial, psikologis, dan kultural dari kasus-kasus kekerasan seksual yang ditanganinya
Seorang hakim yang telah malang melintang dalam dunia persidangan biasanya lebih tenang, objektif, dan berani mengambil putusan yang seimbang antara kepastian hukum dan keadilan substantif.