Hadapi Kecerdasan Buatan, Ketua Mahkamah Agung Minta Panitera Jaga Kejujuran, Empati, dan Ketulusan

Dalam pembinaannya, Prof Sunarto menyampaikan pentingnya mengantisipasi tantangan era revolusi industri 5.0 dan kecerdasan buatan.
Dalam pembinaannya, Prof Sunarto menyampaikan pentingnya mengantisipasi tantangan era revolusi industri 5.0 dan kecerdasan buatan. Foto ; Dokumentasi Biro Hukum dan Humas
Dalam pembinaannya, Prof Sunarto menyampaikan pentingnya mengantisipasi tantangan era revolusi industri 5.0 dan kecerdasan buatan. Foto ; Dokumentasi Biro Hukum dan Humas

MARINEWS, JAKARTA - Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. Sunarto, S.H.,M.H, meminta para Panitera agar terus menjaga kejujuran, empati, dan ketulusan untuk menghadapi tantangan era revolusi industri 5.0 dan kecerdasan buatan. 

Prof Sunarto mengungkap hal tersebut dalam pembinaan teknis dan administrasi yudisial bagi panitera pengadilan tingkat banding dan pengadilan tingkat pertama pada empat lingkungan peradilan seluruh Indonesia di Balairung Gedung Tower Mahkamah Agung RI Jakarta, Jumat 31 Oktober 2025. 

Kegiatan tersebut juga dihadiri oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung RI, Ketua Kamar Pengawasan, Ketua Kamar Pidana, Ketua Kamar Pembinaan, Ketua Kamar Perdata, Ketua Kamar Agama, Ketua Kamar Tata Usaha Negara, dan Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung RI. 

Dalam pembinaannya, Prof Sunarto menyampaikan pentingnya mengantisipasi tantangan era revolusi industri 5.0 dan kecerdasan buatan. 

Menurut Prof Sunarto, saat ini kita hidup di masa di mana Artificial Intelligence semakin mampu meniru kemampuan manusia. 

“Kecerdasan buatan telah mampu membaca dokumen hukum bahkan mencatat jalannya persidangan secara presisi dan real time,” ujar Prof Sunarto. . 

Oleh karena itu, menurut Sunarto, tidak tertutup kemungkinan berbagai pekerjaan administratif di pengadilan, bahkan sebagian proses yudisial yang selama ini dilakukan oleh panitera, dapat dijalankan oleh sistem cerdas berbasis teknologi pada masa mendatang.

“Karena itu, jika Saudara-saudara masih bersandar pada kemampuan individual semata dan 
tidak berupaya meningkatkan kompetensi diri, maka cepat atau lambat Saudara-saudara akan tertinggal, bahkan berpotensi tergantikan oleh robot,” kata Prof Sunarto. 

Namun demikian, ujar Sunarto, meskipun robot mampu membaca dokumen dan mencatat jalannya persidangan secara presisi dan real time, tetapi robot tidak mampu memahami nilai moral dan rasa keadilan. 

Menurut Sunarto, disitulah letak keunggulan manusia, yakni ikaruniai nurani sehingga dapat membedakan antara benar dan salah, adil dan zalim, pantas dan tidak pantas. 

“Oleh sebab itu, marilah kita terus menjaga dan mengasah nurani melalui kejujuran, empati, dan ketulusan dalam setiap tindakan,” terang Sunarto.

“Karena pada akhirnya, yang membuat kita layak berada di sini bukan sekadar kemampuan berpikir, tetapi kemampuan untuk merasakan dan menegakkan keadilan dengan hati,” ujarnya.